Jadikan Wisma Atlet RS Khusus Covid-19, Mufida: Ini Lebih Realistis

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi tenaga kerja dan kesehatan, dr Kurniasih Mufidayati memandang langkah pemerintah memfungsikan Wisma Atlet menjadi Rumah Sakit Khusus Covid-19 lebih realistis daripada membangun RS baru.

“Wisma Atlet sudah siap pakai dan punya ruangan cukup banyak. Namun, harus dipastikan semua ruang steril dan layak untuk ruang perawatan. Dan sebaiknya gedung ini difokuskan untuk perawatan isolasi pasien saja bukan untuk pasien yang sudah berat kondisinya,” kata Mufida

Wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Jakarta ini menilai, daya tampung RS yang ada saat ini semakin tidak mencukupi dan bercampur dengan pasien lain yang berpotensi memperbesar penularan Covid-19. Karena itu, politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera tersebut setuju mengalihfungsikan Wisma Atlet menjadi RS Khusus COVID-19.

“Sebaiknya hindari menjadikan semua RS menjadi RS Rujukan COVID-19, karena resisten buat pelayanan pasien non COVID-19. Seperti RSCM, sebagai RS Nasional rujukan dari semua penyakit, akan lebih baik jika tidak merawat pasien COVID-19”, tegas Mufida.

Ditambahkan, langkah ini perlu didukung dengan ketersediaan sumber daya tenaga kesehatan (dokter dan perawat) dalam jumlah yang memadai dilengkapi dengan alat kesehatan yang bagus. Dan, yang lebih penting adalah perlindungan kepada para pejuang COVID-19. “Kebutuhan Alat Perlindungan Diri (APD) yang memadai adalah kebutuhan mendasar untuk melindungi teman-teman yang berjuang di garda terdepan ini,” tegas politisi kelahiran Pekalongan, 19 Februari 1970 tersebut.

Mufida menambahkan, dia sudah banyak menerima keluhan tentang stok APD yang menipis dan tidak memadai untuk para tenaga medis. “Bahkan di daerah sudah ada yang berpikir untuk memodifikasi jas hujan sebagai APD, ini sangat memprihatinkan,” ungkap dia.

Perempuan berhijab itu berharap, dengan adanya RS khusus ini, kebutuhan perlindungan dan kecukupan nutrisi untuk para tenaga kesehatan ini bisa lebih terpenuhi. Jika ada tenaga kesehatan yang sakit, yang bersangkutan juga harus diistirahatkan dan diisolasi minimal selama 14 hari. Itu artinya tenaga medis yang bisa bertugas akan berkurang.

Kendati begitu, lanjut Mufida, penyiapan RS khusus ini harus dibarengi upaya-upaya pencegahan penularan. “Jangan abaikan penerapan social distancing secara ketat, pembatasan mobilitas, termasuk pilhan karantina parsial pada wilayah tertentu jika memang dibutuhkan,” demikian dr Hj Kurniasih Mufidayati. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait