Jakarta | beritalima.com – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq yang juga sebagai Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup meminta kepada participant setelah melaksanakan penandatangan dan joint announcement SPEI sebagai langkah percepatan infrastruktur pengaturan dan operasional penyelenggaraan perdagangan karbon di Indonesia.
“Kalau orang sudah tidak percaya, maka tidak ada nilainya perdagangan karbon ini. Maka itu kita akan selalu menjaga Kementerian Lingkungan Hidup akan memberikan rambu-rambunya pengawalan ketat dari implementasi dari karbon trading ini,” tandas Menteri Hanif, Jum’at (3/10/2025).
Lanjutnya, volume perdagangan karbon setelah bekerjasama hampir 15 juta ton C02 yang auda siberifikasi oleh Verra (lembaga atandar kredit karbon global) namun begitu sudah perjanjian pwmgakuan bersama (MRA) tinggal mengelurkan dokumen dan potensinya cukup besar.
Namun dalam asumsinya ketoka dibawa ke Belem Brazil, paling tidak menurut Menteri Hanif, 50 juta ton CO2 berdasarkan Paris Agreement dalam perdagangan karbon rumah kaca.
“Berdasarkan Paris Agreement tahun 2020 ke atas itu senilai 50 juta ton, 50 juta ton CO2 ekuivalen. Nilainya tergantung nanti bagaimana kita memasarkannya, bagaimana kita mampu memberi keyakinan.
Kemudian di sisi lain, kita juga memiliki 530 juta ton karbon vintage, karbon yang dihitung 2020 sampai ke bawah, 2014,” terangnya.
Sambungnya, salah satu Negara, tepatnya Pemerintah Norwegia telah memberi kontribusi sebesar Rp4 miliar atau 20 juta ton CO2 ekuivalen sebagai pengakuan atas keberhasilan Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Jadi kita disana benar-benar hanya akan membangun integratif carbon market dari Indonesia. Jadi itu tema kita untuk disana,” jelasnya.
Tambahnya, nilai karbon Indonesia jangan dirusak karena menurut anggapan Menteri Hanif Faisol Nurofiq akan mempengaruhi integritas karbon.
Jurnalis : Dedy Mulyadi






