Wonosobo -beritakima.com. Kemeriahan hari ulang tahun Kabupaten Wonosobo ke-191 semakin semarak hingga hari ini (26/7). Agenda acara peringatan HUT dilanjutkan secara serentak di 15 kecamatan di wilayah Wonosobo. Pada tahun ini terdapat puluhan agenda acara yang disiapkan oleh panitia hari jadi, diantaranya gelar seni dan expo. Yang unik, menarik dan terbaru adalah Jagong Budaya. Kegiatan jagong budaya ini pada tahun-tahun sebelumnya belum pernah digelar. Tujuan digelarnya jagong budaya adalah untuk mengoptimalkan potensi seni dan budaya lokal ditiap wilayah sekabupaten Wonosobo.
Bupati Wonosobo, Eko Purnomo yang membuka Jagong Budaya di Kecamatan Wadaslintang menyebut upaya Pemkab menyelenggarakan Jagong Budaya adalah demi mendekatkan semarak Hari Jadi hingga ke warga masyarakat di wilayah. “Adanya gelaran Jagong Budaya ini, saya harapkan bisa membawa kebahagiaan bagi seluruh warga masyarakat di semua Kecamatan, serta mampu memicu semangat para seniman maupun para budayawan untuk lebih kreatif dan inovatif lagi dalam berkata,” ungkap Bupati.
Selain menyuguhkan beragam bentuk kesenian khas setiap Kecamatan, acara Jagong Budaya juga menjadi media Kreasi kaum perempuan dalam bidang kuliner lokal. Di Wadaslintang, makanan khas seperti nasi bucu, pepes nila dan compiling turut menjadi sajian bagi para hadirin. Sementara di Kecamatan Wonosobo, Jagong Budaya juga dimeriahkan dengan pameran hasil bumi dan produk-produk UMKM. Camat Wonosobo, Zulfa Ahsan Alim mengaku pihaknya berupaya agar melalui acara Jagong Budaya ini, warga masyarakat semakin mengenali beragam potensi yang ada di Kota Wonosobo. “Ada beragam bentuk Kreasi para pengusaha UKM, seperti batik, Carica, opak, karena memang Kecamatan Kota ini kan merupakan miniatur nya Wonosobo,” terang Zulfa.
Tak kalah meriahnya, di Kecamatan Leksono kegiatannya diramaikan oleh beragam kesenian yang terdapat di wilayah ini. Selain itu, juga diadakan beragam lomba yang berbasiskan optimalisasi budaya lokal dan potensi lokal Leksono. Salah satunya adalah lomba expo produk lokal dan unggulan yang diikuti 14 desa sekecamatan Leksono yang dimenangkan oleh Desa Manggis yang menampilkan hasil pertanian dari kelompok tani wanita (KWT), kerajinan tangan dan kreasi dari barang-barang bekas, hasil olahan makanan/pangan dari KWT dn PKK Desa Manggus. “Alhamdulillah, hasil rasa capek kita (pemerintah desa, KWT dan PKK. red) rasanya terbayarkan dengan desa kami menjadi juara pertama. Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak dan masyarakat desa Manggis atas dukungannya sehingga kegiatan ini dapat membuahkan hasil yang optimal.” Ungkap Suyanto selaku Kades Manggis disela-sela kesibukannya.
Sementara itu, di Kecamatan Kejajar, gelar Jagong Budaya dimanfaatkan Camat setempat untuk meyakinkan warga masyarakat agar tak lagi terlalu bergantung pada tanaman semusim seperti kentang. “Atraksi seni dan potensi Pariwisata di Kejajar sudah terbukti mampu menarik minat wisatawan untuk datang, sehingga dari situ akan tergali pula potensi ekonomi baru untuk warga,” jelas Supriyadi. Menurutnya, booming wisatawan yang hampir tiap pekan memadati kawasan wisata Dieng, Sikunir maupun Puncak Gunung Prau menjadi bukti bahwa dengan keseriusan pengelolaan akan berimbas positif untuk peningkatan kesejahteraan warga. “Warga masyarakat juga kini mulai melirik bisnis homestay, yang artinya mereka juga paham akan potensi di sekelilingnya,” pungkasnya.
Camat Garung, Santosa, di sela gelaran Jagong Budaya di lapangan desa Gemblengan, mengungkapkan kegiatan jagong budaya diisi berbagai atraksi telah disiapkan. Mulai tari selamat datang, selasih sampai jaranan, seperti yang dipentaskan pelajar MI Maarif Gesing Gemblengan, sampai mini ekspo dan nasi tumpeng khas Garung, yang dikenal sebagai bucu.
Terkait penyedian nasi bucu ini, antusiasme warga sangat tinggi. Dari target 150 bucu yang disediakan perwakilan desa dan kampung di Garung, ternyata berhasil tersaji 831 bucu, yang didalamnya terdapat beragam ingkung. Tidak hanya ingkung ayam saja, tapi juga ada ingkung entog, bebek, burung dara dan kalkun. Unggas-unggas ini disembelih berbarengan pada hari Senin sore, pas masuk waktu Maghrib. Hal ini mengandung makna, agar ingkung-ingkung ini mendapat berkah dari Yang Maha Kuasa, karena diyakini Maghrib merupakan waktu yang mujarab.
Kekhasan lainnya adalah bentuk bucu yang disiapkan oleh tiap-tiap desa, yang disesuaikan dengan jenjem atau weton tiap Kepala Desa. Ada yang berbentuk bulat, ada juga yang berbentuk memanjang.
Sedangkan untuk lebih memberikan makna dalam gelaran yang baru pertama kali digelar ini pihaknya memberikan hadiah khusus, kepada bayi yang lahir tepat pada tanggal 24 Juli 2016, yang mana tanggal ini merupakan hari jadi Kabupaten Wonosobo. (Gus Edi)