SURABAYA – beritalima.com, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya Nur Rachamansyah mengungkapkan pihaknya secara resmi menyatakan banding terhadap vonis 1 tahun 6 bulan penjara terhadap terdakwa Mochamad Yusuf dalam kasus perpajakan di PT Sinar Bacan Khatulistiwa jalan Embong Malang No 71-E Surabaya senilai Rp 1.619.805.428. Senin (5/6/2023).
Nur Rachmansyah menjelaskan, banding itu diajukan karena majelis hakim pemutus perkara ini menjatuhkan vonis kurang dari ketentuan pidana minimal dalam perkara perpajakan.
“Karena vonis yang dijatuhkan kurang dari ketentuan minimal sesuai undang-undang,” jelasnya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Nur Rachmansyah menegaskan, pihaknya hari ini sudah memasukkan memori banding terkait putusan hakim kepada terdakwa Mochamad Yusuf tersebut.
“Hari ini kami sudah nyatakan banding terhadap vonisnya Mochamad Yusuf tersebut,” tegasnya.
Diketahui, Komisaris PT Sinar Bacan Khatulistiwa Mochamad Yusuf divonis 1 tahun 6 bulan oleh Majelis Hakim terkait kasus perpajakan di perusahaan yang bergerak di bidang distribusi Solar tersebut. Rabu (31/5/2023).
Terdakwa Mochamad Yusuf dinilai
bersalah melanggar Pasal 39A huruf a juncto Pasal 43 ayat (1) UU.RI Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah beberapa kali terakhir dengan UU.RI Nomor 07 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Jo pasal 64 ayat (1) KUHP
Pasal 359 KUHP, Pasal 360.
Vonis kepada terdakwa Mochamad Yusuf itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta dihukum 2 tahun 6 bulan penjara.
Mendapatkan vonis itu, Mochamad Yusuf pun sepakat menerima vonis hakim dan tidak mengajukan banding.
Sebelumnya, Mochamad Yusuf, komisaris PT Sinar Bacan Khatulistiwa (SBK), dibantu karyawannya yang bernama Donny Yulianto membeli faktur pajak fiktif untuk mengurangi pajak pertambahan nilai (PPN) yang harus dibayar perusahaan tersebut ke kas negara. Dengan faktur pajak fiktif itu, nilai PPN yang dibayar lebih kecil.
Selanjutnya, terdakwa Mochamad Yusuf membeli faktur pajak TBTS (tidak berdasar transaksi sebenarnya) dari PT Era Sumber Anugrah (ESA). Yang disepakati adalah 30 persen sampai 40 persen dari nilai PPN yang tercantum dalam faktur pajak TBTS.
Pembayaran faktur pajak fiktif dari PT ESA dilakukan dengan transfer melalui rekening bank ke rekening bank atas nama pengurus PT ESA. Setelah mendapatkan faktur pajak fiktif dari PT ESA, terdakwa Mochamad Yusuf kembali membeli faktur pajak fiktif dari Denny Tricaksono Wardano.
Faktur pajak yang dibeli Mochamad Yusuf itu diterbitkan beberapa perusahaan. Di antaranya, PT Alam Putra Mahkota, PT Bima Bumi Mandiri, PT Cahaya Tiga Gemilang Indonesia, PT Kharisma Cahaya Energi, dan PT Puspa Indah Karya.
”Dengan harga sekitar 40 persen dari nilai PPN di faktur pajak tersebut,” kata jaksa Nur Rachamansyah saat membacakan surat dakwaan.
Faktur-faktur pajak fiktif dari sejumlah perusahaan itu selanjutnya dikreditkan dalam surat pemberitahuan (SPT) masa PPN PT SBK pada periode Januari 2018 hingga Juni 2019.
“Kemudian, SPT masa PPN PT SBK tersebut dilaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tegalsari,” lanjutnya.
Tujuan PT SBK menggunakan faktur pajak fiktif adalah mengurangi atau memperkecil PPN yang seharusnya disetorkan ke kas negara. PPN yang disetorkan merupakan selisih pajak keluaran dan pajak masukan. (Han)