Jaksa Kejari Surabaya Sebut Eksepsi Terdakwa Mulia Wiryanto Tidak Memiliki Dasar Yang Kuat

  • Whatsapp

SURABAYA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Surabaya Damang Anubowo menyatakan bahwa eksepsi atau nota keberatan yang diajukan oleh terdakwa Mulia Wiryanto dan tim kuasa hukumnya dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan tidak memiliki dasar yang kuat.

“Eksepsi terdakwa melalui penasihat hukumnya tidak mendasar, telah melampaui ruang lingkup eksepsi/keberatan, dan sudah menyangkut materi pokok perkara,” ujar jaksa Damang Anubowo saat ditemui di PN Surabaya selesai sidang dengan agenda tanggapan JPU atas keberatan terdakwa dan kuasa hukumnya. Senin (10/3/2025).

Jaksa Damang menegaskan, bahwa surat dakwaan terhadap Mulia Wiryanto telah disusun sesuai dengan ketentuan formil dan materiil yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Pada intinya, dakwaan telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap serta memenuhi syarat formil maupun materiil sesuai Pasal 143 ayat 2 KUHAP,” lanjut jaksa.

Ditanya tentang adanya rencana perdamaian dari terdakwa Mulia Wiryanto? Jaksa Damang membenarkan rencana itu.

“Rencananya akan diangsur selama 1 tahun. Tapi yang menjadi pertanyaan, apakah Kosasih menyetujui rencana 1 tahun itu,” jawab Jaksa.

Sebelumnya, terdakwa Mulia Wiryanto diadili karena diduga telah menipu Hardja Karsana Kosasih, seorang pengacara senior di Surabaya sebesar Rp.10 miliar dengan modus investasi pengadaan gula di PTPN Jawa Barat.

Terdakwa Mulia Wiryanto dalam eksepsinya yang dibacakan oleh Fransiska Xaveria Wahon, Marselinus Abi, dan Ahmad Natonis menyatakan bahwa kerja sama pembelian gula dengan HK. Kosasih adalah perkara perdata. Bukan pidana seperti yang dijeratkan jaksa dengan pasal 378 KUHP dan 372 KUHP di mana terdakwa didakwa dengan merugikan korban sebesar Rp 10 miliar.

“Perkara yang dihadapi bapak Mulia Wiryanto bukan perkara pidana tetapi murni perkara perdata,” tegas Fransiska Xaveria Wahon setelah sidang pembacaan Eksepsi. Kamis (6/3/2025).

Fransiska menegaskan kenapa perkara tersebut dikatakan perdata, sebab di dalam perkara itu ada perjanjian kerja sama tertanggal 4 September 2020.

Sementara Ahmad Natonis menambahkan, bahwa dalam perjanjian kerja sama itu tidak disebutkan adanya keuntungan 5 persen dan sewaktu-waktu pelapor bisa mengambil kembali modal tersebut.

“Dari situ, kemudian klien kami menghadapi hukum dan jelas ini bukan pidana tetapi perdata,” tambah Ahmad Natonis.

Sedangkan, Marselinus Abi mengungkapkan, hubungan hukum antara pelapor dan terlapor adalah kuasa hukum terdakwa hingga saat ini.

“Perkara yang ditanganinya banyak. Antara terdakwa dan pelapor adalah saling kenal antara klien dan kuasa hukum,” ungkap Marselinus.

Lanjutnya, bahwa terdakwa belum pernah melakukan wanprestasi atau ingkar janji terhadap pelapor.

“Perjanjian kerja sama jual beli gula merupakan kesepakatan bersama dan mau sama mau. Tidak ada pemaksaan. Pelapor kuasa hukum terdakwa atas nama Kosasih,” lanjutnya.

Selama ini Pak Mulia tak pernah mengatakan bahwa ada kerja sama dengan PTPN. Pak Mulia murni pebisnis dan mengambil gula di BUMD Jabar. Selanjutnya dijual kembali dan, dari sana mengambil keuntungannya,” imbuh Marselinus.

Untuk Rp 4 miliar lebih, tambah Marselinus bahwa itu keuntungan yang pernah dibayarkan terlapor kepada pelapor.

“Kita ada rekening koran. Diterima ke rekening Kosasi. Hingga detik ini pihak Mulia ada itikad baik untuk melakukan perdamaian dengan Kosasih,” tambah Marselinus. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait