Jaksa Tolak Eksespi Terdakwa Korupsi Dana Hibah Pemkot 2016

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Fadhil dan Suryanta Desy menolak Eksepsi dari Agus Setiawan Jong, terdakwa kasus korupsi dana hibah Pemkot Surabaya tahun 2016.

Penolakan tersebut ia sampaikan lewat nota tanggapan atas eksespi tim pembela ASJ yang dibacakan pada persidangan ke 3 (tiga) di Pengadilan Tipikor, Surabaya, Senin (1/4/2019).

“Menolak keberatan yang diajukan tim penasihat hukum terdakwa Agus Setiawan Jong untuk seluruhnya.” kata Fadhil.

Sementara, tim kuasa hukum ASJ menilai penolakan jaksa akan eksepsi yang mereka sampaikan adalah hal yang biasa dalam suatu proses persidangan. Penolakan akan eksepsi itu juga dianggap tim pembela ASJ bahwa Jaksa masih Percaya diri dengan dakwaaanya.

“Jadi jaksa sampai persidangan yang ke 3 ini masih Percaya diri dengan dakwaannya, mereka masih menganggap bahwa dakwaan mereka adalah dakwaan yang moncer.” kata Salah satu tim kuasa Hukum ASJ, Utcok Jimmi Lamhot Panjaitan, di gedung Pengadilan Tipikor.

Dikesempatan yang sama, Ketua Tim pembela ASJ, Hermawan Benhard Manurung kembali menyoal surat dakwaan Jaksa.

Advokat yang juga mantan penyidik Polisi Militer (PM) TNI AD ini mendapati Surat dakwaan pada kliennya yang dituduh mengkoordinir pelaksanan dana hibah Pemkot Surabaya berupa Jasmas tahun anggaran 2016, tidak memenuhi syarat Formil dan Materiil, sesuai pasal 143 ayat (2) huruf (B) KUHAP. Bahkan dakwaan jaksa itu dinilai sebagai dakwaan kabur (obscur libel).

Tim pembela dari ASJ menerangkan terdapat 6 alasan kuat mengapa dakwaan jaksa penuntut umum tersebut harus ditolak. Yang pertama ialah tidak jelas menyebutkan tempat dan waktu tindak pidana dilakukan, dakwaan dinyatakan tidak cermat dan tidak jelas serta dakwaan penuntut umum dinilai Tim pembela tidak lengkap, karena keliru merumuskan siapa subyek hukum yang sebenarnya dalam perkara ini (Error’ In Persona).

Benhard kemudian mengulas surat dakwaan Jaksa pada halaman 1 baris 3, dimana disebutkan pengkoordiniran pelaksanaan dana hibah itu dilakuan “pada waktu yang tidak dapat ditentukan antara bulan Maret 2015 sampai 2017, atau setidaknya dalam waktu tertentu.”

“Jelas kutipan dakwaan JPU tidak yakin secara pasti waktu terjadinya tindak pidana yang dilakukan Agus Setiawan Jong, sesuai aturan itu dapat dinyatakan batal demi hukum.” kata Benhard.

Benhard juga menyoal akan adanya penyebutan bahwa ASJ merupakan pihak yang mengkoordinir pelaksanan dana hibah milik Pemkot Surabaya, padahal ASJ bukan merupakan pejabat publik yang memiliki kewenangan mengelola anggaran.

Sesuai dengan Nota Perjanjian Penerimaan Hibah Daerah (NPHD), sambung Benhard. Jelas tertulis penanggung jawab dalam hal ini adalah penerima hibah, yang dalam perkara ini adalah RT/RW.

“Jelas tidak memiliki hubungan hukum, ASJ bukan pejabat publik atau pengelola anggaran, bukan pula pemberi dan penerima hibah.” paparnya.

Lebih lanjut Benhard menyoal adanya frasa kata bahwa ASJ ”Menjanjikan akan memberikan fee sebesar 15 persen” pada beberapa anggota Dewan sesuai dengan jumlah dana hibah yang disetujui Pemkot Surabaya.

Dakwaan tersebut menurut Benhard, telah mencampuradukan unsur pidana diluar konteks pasal yang didakwakan pada ASJ sehingga menimbulkan pembiasan makna.

“Dari uraian itu jelas terjadi pencampuran unsur pidana, dimana seharusnya yang disebutkan jaksa adalah unsur pidana dalam pasal 5 ayat (1) UU Tipikor.” tandasnya.

Diketahui, Agus Setiawan Jong, merupakan pelaksana proyek pengadaan terop, kursi, meja, dan sound system pada 230 RT di Surabaya.

Dari hasil audit BPK, Proyek pengadaan program Jasmas tersebut bersumber dari APBD Pemkot Surabaya, tahun 2016 dan merugi hingga Rp 5 miliar rupiah akibat adanya selisih angka satuan barang yang dimainkan oleh tersangka Agus Setiawan Jong. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *