Oleh :
Rudi S Kamri
Entah mengapa akhir-akhir ini saya begitu muak melihat berbagai kepentingan yang sedang saling teriak kencang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kelompok pertama, menggebu-gebu membela KPK dan gencar menolak adanya revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Kelompok kedua, sebaliknya mendukung adanya revisi UU KPK.
Masing-masing kelompok berargumentasi berbuih-buih, berbusa-busa dan merasa argumentasi dan pendapatnya paling benar. Yang lebih seru, masing-masing kelompok didukung oleh social influencer sosial media. Dan yang memprihatinkan dalam menyikapi wacana revisi UU KPK ini terlihat pendukung Jokowi terbelah. Ada yang mendukung, ada yang menolak dan ada juga yang cuek beibeh. Saya tidak tahu, apakah mereka tidak sadar bahwa telah dimanfaatkan oleh para bandar yang sedang berebut kepentingan.
Kalau Presiden Joko Widodo memihak salah satu pihak pasti akan diserang pihak yang lain. Karena pada dasarnya masing-masing pihak merasa paling benar, merasa paling hebat dan pihak lain yang bertentangan dengan mereka dianggap super salah. Terkadang saya berpikir mungkin pada dasarnya masyarakat kita memang tukang ribut dan suka bikin gaduh. Roh musyawarah seolah sudah menguap dari nurani bangsa ini.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh Presiden Jokowi ?
Kalau saya jadi ‘inner circle’ Presiden Jokowi saya akan memberikan saran kepada Presiden untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
PERTAMA
Presiden harus membiarkan DPR RI melanjutkan pembahasan draft revisi UU KPK. Karena DPR RI juga punya hak konstitusional untuk berinisiatif melakukan revisi sebuah UU. Presiden jangan dipaksa untuk membuat suatu keputusan yang terkesan menghalangi hak konstitusional DPR RI. Karena hal ini bisa berpotensi menjadi jebakan betmen untuk Presiden.
KEDUA
Presiden harus wanti-wanti kepada anggota DPR dari koalisi Jokowi dan wakil Pemerintah dalam pembahasan revisi UU KPK untuk berjuang keras melawan dan menolak keras adanya pasal-pasal yang berpotensi melemahkan fungsi dan peranan KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
KETIGA
Dewan Pengawas KPK harus dibentuk. Dewan Pengawas ini berfungsi untuk menjaga agar gerak langkah KPK tetap dalam koridor yang benar. Tapi keberadaannya harus dipastikan tidak akan memperlemah KPK atau malah memperpanjang birokrasi penanganan tindak pidana korupsi. Dewan Pengawas KPK harus membuat KPK semakin kuat dan semakin kencang memberantas korupsi di negeri ini.
KEEMPAT
KPK jangan dibiarkan menjadi ‘super body’ yang seolah tidak tidak bisa disentuh dan tidak bisa dikontrol. Dan pegawai KPK harus merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) seperti lembaga lain, dengan pengaturan hak dan kewajiban yang sama dengan ASN lainnya. Jangan dibiarkan pegawai KPK eksklusif, merasa berbeda dan punya tata aturan tersendiri.
KELIMA
Revisi UU KPK harus ada ruang yang kuat untuk membongkar sekat-sekat kelompok yang terindikasi pro khilafah seperti yang saat ini sedang dibangun oleh sebagian orang pegawai KPK. UU baru harus memastikan bahwa di dalam tubuh KPK tidak boleh berkembang liar faksi yang anti NKRI.
Saran saya kepada para pegawai dan sebagian pimpinan KPK, jangan terkesan ‘over acting’ dan ‘playing victim’. Mereka jangan berlebihan bersikap seolah KPK tanpa cela. Mereka harus legowo menerima kenyataan bahwa pada dasarnya KPK itu adalah lembaga negara yang bersifat ‘ad hoc’ atau bukan sebuah lembaga permanen. Artinya kalau suatu saat Polri dan Kejaksaan dianggap sudah perform, KPK bisa dibubarkan. Jadi mereka tidak usah alergi terhadap perubahan. Kalau perubahan yang akan dibuat bisa membawa kebaikan, harusnya mereka mendukung. Semua pemangku kepentingan dalam KPK harus percaya penuh kepada Presiden Jokowi, bahwa dalam pemberantasan korupsi, semangat Jokowi tidak akan pernah surut.
Bagi para pendukung Jokowi pun juga harus sadar diri, bahwa terbelahnya suara dalam kasus revisi UU KPK ini akan menyulitkan posisi Presiden Jokowi. Jangan menjepit posisi Jokowi dalam sebuah dilema. Kita semua harus mengerti bahwa DPR RI tidak bisa sepihak membuat UU. Sebuah UU harus dibuat dengan persetujuan lembaga legislatif dan eksekutif. Yakinlah bahwa Presiden Jokowi pasti akan memutuskan yang terbaik untuk bangsa ini. Jokowi tidak akan mungkin melemahkan KPK. Itu kata kuncinya.
Sebagai catatan, secara rasional pembahasan revisi UU KPK ini akan memerlukan waktu yang cukup lama, jadi sudah pasti tidak mungkin dilakukan oleh DPR RI periode 2014 – 2019. Artinya revisi UU KPK akan dibahas oleh anggota DPR RI periode 2019 – 2024, dimana koalisi pendukung Jokowi di parlemen periode ke depan sangat kuat. Dus berarti kita harus optimis bahwa suara mayoritas parlemen akan senada dengan suara dan semangat Presiden Jokowi atau Pemerintah.
So, mari dukung dan jaga agar KPK tetap menjadi lembaga yang kuat dan berfungsi dengan benar. Tapi di sisi lain, kita tidak boleh membiarkan KPK menjadi lembaga steril yang dikuasai kelompok tertentu yang berpotensi membahayakan NKRI dan Merah Putih.
Paham kan sayang?
Salam SATU Indonesia
09092019