Oleh :
Rudi S. Kamri
Berdasarkan hasil survei dan kajian dari LSI Denny JA yang terbaru orang-orang yang sering berisik di media sosial (mungkin termasuk saya) ternyata hanya 10% dari populasi jumlah pemilih Pilpres 2019. Maknanya adalah suara hingar-bingar yang sering kita jumpai di medsos ternyata tidak signifikan bisa menjadi acuan atau parameter dukungan terhadap pasangan Capres tertentu.
Makna lain yang bisa kita ambil adalah para pendukung Jokowi tidak perlu berkecil hati apabila dalam survei di media sosial, pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin kalah dari pasangan Prabowo-Sandiaga. Artinya tingkat keberisikan pendukung Prabowo dengan segala HOAX dan ujaran kebenciannya terhadap Jokowi ternyata tidak mempunyai dampak memukul yang terlalu telak dan mematikan.
Berdasarkan survei dan kajian dari LSI Denny JA tersebut juga terungkap bahwa keunggulan Jokowi adalah pada segmen program untuk rakyat kecil. Adapun 5 program unggulan dari Jokowi adalah Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Program Keluarga Harapan (PKH), Beras Sejahtera dan Sertifikasi Tanah Rakyat. Dan perlu menjadi perhatian kita semua bahwa ternyata jumlah masyarakat akar rumput yang berpotensi mendapatkan manfaat dari program unggulan Jokowi populasinya sebesar 60% dari jumlah pemilih Pilpres 2019. Dan perlu diketahui juga bahwa sebagian besar dari masyarakat akar rumput tersebut TIDAK BERMAIN MEDSOS.
Harapan saya dari data tersebut di atas bisa menjadi acuan dan panduan bagi para Relawan Jokowi untuk membuat program turun ke bawah yang menunjang dan bersinergi dengan langkah Presiden Jokowi dalam melakukan penetrasi ke-5 program unggulan tersebut. Jangan membuat program recehan seperti baksos atau yang lain yang bersifat temporer dan hanya seperti sekedar menyiram air di pasir pantai, basah sesaat lalu menguap seketika. Para pimpinan organisasi relawan harus rajin mencari bahan dan masukan program dari sumber- sumber yang berkompeten untuk bekal turun ke masyarakat akar rumput.
Saran saya, pada saat turun ke masyarakat akar rumput jangan terlalu menonjolkan ego organisasi relawan. Jangan juga memakai atribut kampanye atau seragam organisasi yang berlebihan. Eksklusivitas yang over dosis akan berakibat munculnya RESISTENSI dari masyarakat. Jangan pula program turun ke masyarakat hanya dijadikan objek atau background foto-foto bagi para relawan. Berbaurlah dengan masyarakat dan jangan menciptakan jarak atau membuat kita terlihat berbeda dengan mereka.
APA KABAR ERICK THOHIR DAN TKN ?
Ini juga menjadi ganjalan saya selama ini. Gebrakan sang maestro Erick Thohir belum terlihat secara nyata. Saat ini yang saya lihat Erick Thohir sedang menggarap kaum milenial. Ini program yang baik juga, mengingat jumlah milenial + swing voter yang sekitar 30% dari populasi pemilih Pilpres 2019. Namun saya belum melihat gebrakan Erick Thohir dkk untuk menggarap secara lebih serius masyarakat akar rumput. Menurut saya, untuk menggarap masyarakat akar rumput Erick Thohir dan TKN harus memberdayakan potensi organisasi relawan yang ada. Karena organ relawan ini mempunyai massa besar dan perlu dukungan program dan finansial untuk turun ke lapangan.
Terakhir, saran saya bagi pendukung Jokowi. Jangan terlalu asyik hanya berisik di media sosial. Jangan juga menjadi “Kecebong rasa Kampret” yaitu terlalu sering memaki-maki dan mengejek atau mengkritisi sesuatu yang tidak subtansial. Biarlah gaya memaki dan kasar itu menjadi “trade-mark” teman-teman dari toko sebelah. Pendukung Jokowi harus tampil beda. Tetap militan, tapi harus elegan, kritis, obyektif dan solutif. Keriuhan di media sosial tidak akan menambah suara atau menaikkan elektabilitas Jokowi. Yang ada hanya akan memancing keributan dan menimbulkan resistensi yang semakin menguat dari teman-teman yang masih berada di jalan yang salah.
Bukankan syiar kebaikan itu jauh lebih efektif apabila dilakukan dengan cara yang lembut dan santun ?
Salam SATU Indonesia
08122018