JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi IV DPR RI, Dr H Andi Akmal Pasluddin meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menjaga stabilisasi sektor pangan di tanah air.
Soalnya, kata Andi Akmal, sektor pangan sangat penting selain energi, air dan kesehatan, apalagi dalam kondisi darurat seperti sekarang. “Khusus dalam kondisi pandemi Covid-19, sektor pangan sejajar prioritasnya dengan sektor kesehatan,” kata Andi Akmal, Rabu (6/5).
Namun, yang terjadi saat ini, kata legislator dari Dapil II Provinsi Sulawesi Selatan tersebut, anggaran sektor kesehatan, untuk sektor pangan malah dikurangi secara dratis oleh Pemerintahan Jokowi. “Perlu ada langkah lanjutan, supaya Pemerintah merevisi anggaran sektor pangan agar negara kita tetap stabil. Kita tidak melihat saat ini, tetapi bagaimana prediksi ke depan dengan pengelolaan anggaran seperti ini bisa baik menjalankan Pemerintahan di sektor pangan ini,” kata dia.
Berkaitan denga peringatan Food and Agriculture Organization (FAO) atau badan pangan PBB terhadap krisis pangan dunia, Andi Akmal mengatakan, memang secara cadangan nasional harusnya cukup. Jaminan Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi pegangan seluruh rakyat Indonesia.
Hal ini harusnya menjadi kebijakan lanjutan, untuk menutup defisit pangan di sejumlah Propinsi. Namun, impor bukanlah solusi untuk menutupi kekurangan tersebut. Bisa dipenuhi dengan dari propinsi yang surplus. Pangan dari daerah surplus menutupi kekurangan buat daerag daerag yang kekurangan.
Andi Akmal menambahkan, sebelum UU Cipta kerja dalam pembahasan, ketersediaan pangan itu berasal dari pemenuhan produksi dalam negeri. Namun, itu saja banyak sekali terjadi impor. Sebagai contoh, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, impor beras dari Vietnam mengalami kenaikan. Pada 2017 impor dari 16.599,9 ton menjadi 767.180,9 ton diikuti jumlah impor dari Thailand 108.944,8 ton (2017) menjadi 795.600,1 ton (2018).
Alasan ketergantungan beras impor pada ketika itu karena stok kurang. Padahal pemerintah di sisi Kementan selalu mengatakan ada surplus. Jadi kemungkinan besar adalah karena ada keuntungan dalam perdagangan luar negeri yang dinikmati segelintir orang.
Kini, lanjut Andi Akmal, pada Omnibus Law yang masih dalam proses, ketersediaan pangan selain dalam negeri, juga dapat disediakan dalam bentuk impor. “Negara kita akan semakin tidak jelas kedepannya berkaitan dengan identitas sebagai negara agraris bila impor pangan terus menjadi kebiasaan. Apalagi bila sampai Omnibus Law nanti disahkan serta pasal tentang impor pangan ini menjadi legal sebagai ketersediaan pangan,” kritis Andi Akmal.
Wakil rakyat yang membidangi pangan tersebut mengkritisi Kemenan yang selalu berkutat pada persoalan harga dan penyerapan. Dia menyampaikan, tugas Kementan bukan hanya melulu mengurusi harga serta penyerapan beras atau gabah petani. Urusan Harga dan Penyerapan itu sejatinya berada di tangan Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Kementeria Perdagangan (Kemendag). “Saya menyangkan, setiap ada masalah harga dan penyerapan petani selalu Kementan disalahkan. Padahal penyerapan adalah urusannya Bulog dan urusan harga adalah urusannya Kemendag,” papar Andi Akmal.
Karena itu, dengan sisa anggaran yang telah dipotong, Akmal berharap Kementan tetap fokus mengurusi produksi dalam negeri agar bisa terus memperlihatkan peningkatan yang signifikan. Langkah ini perlu dilakukan agar dana yang tersedia tetap menunjukkan hasil positif.
Ditambahkan,gkerjasama dengan Kementerian dan Lembaha terkait juga perlu mendapat perhatian khusus agar proses pembangunan berjalan secara baik. Komunikasi harus lancar agar menimbulakn solusi bagi permasalahan yang dihadapi.
“Jangan sampai masyarakat terbebani. Jadi hal penting lainnya adalah sinegri antar Kementerian dan Lembaga agar bisa menjadi kunci bagi pembangunan pangan yang lebih baik lagi. Kita berharap ada solusi disetiap masalah,” demikian Dr Andi Akmal Pasluddin. (akhir)