KUPANG, beritalima.com – Terhitung mulai Januari 2020 mendatang, harga rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akan naik menjadi Rp168 juta, yang sebelumnya (sekarang, red) Rp158 juta.
Hal itu disampaikan Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Nusa Tenggara Timur (NTT), Boby Pitoby kepada wartawan media ini di ruang kerjanya, Kamis (29/8).
Dikatakan Boby, DPD REI NTT sudah tiga tahun terakhir ini memperjuangkan agar mereview atau menghapus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPTHB). Dan, sudah ada pernyataan wali kota Kupang untuk mereview BPTHB tersebut.
Menurut Boby, BPTHB ini sangat memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah.
“ Jadi mengenai permintaan penghapusan BPTHB ini, bapak wali kota Kupang sudah mengajukan ke DPRD Kota Kupang untuk dibahas dalam ranperda (Rancangan Peraturan Daerah). Kita harapkan dalam sidang bulan September ini sudah dibahas, sehingga BPTHB untuk Kota Kupang sudah bisa ada perubahan,” kata Boby menambahkan.
Selanjutnya Boby, rumus dari BPTHB itu sendri adalah harga jual minus Rp60 juta kemudian dikalikan dengan 5%.
“ Jadi kalau harga jualnya contoh sekarang di NTT ditetapkan oleh pemerintah Rp158 juta. Maka Rp158 juta dikurangi dengan Rp60 juta. Dimana Rp60 juta itu NOPTKP (Nilai Obyek Pajak Tidak Kena Pajak) baru dikalikan dengan 5%, maka BPTHB sebesar Rp4,9 juta. BPTHB sebesar Rp4,9 juta tersebut yang wajib dibayar ditambah uang muka Rp1,5 juta dan ditambah lagi biaya pada waktu proses di bank sekitar Rp3 juta s.d Rp4 juta,” ujarnya.
“ Jadi masyarakat yang mau beli rumah subsidi, mereka siapkan minimal sepuluh jutaan. Padahal uang muka Rp1,5 juta. Ini yang sangat memberatkan maka kita DPD REI NTT meminta BPTHB ini bisa dihapus oleh pemerintah,” tambah Boby.
Ia meminta pemerintah mereview BPTHB karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah, yaitu Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa BPTHB direview, kemudian PP Nomor 34 Tahun 2016 mengenai pajak daerah juga meminta BPTHB direview, dan Permendagri Nomor 121 Tahun 2017 mengenai mereview BPTHB.
“ Jadi ini ada dasar hukumnya semua. Kemudian kenapa NOPTKP Rp60 juta, karena pada saat dibuat UU Nomor 8 Tahun 2009 tentang retribusi daerah menyatakan bahwa NOPTKP Rp60 juta pada tahun 2009, karena rumah pada saat itu harga subsidi baru Rp55 juta. Jadi rumah Rp55 juta dikurangi 60 juta masih minus lima juta rupiah dikalikan 5 % masih nol. Jadi masyarakat berpenghasilan rendah tidak bayar BPTHB (pajak, red),” ungkapnya.
Tetapi seiring dengan waktu, lanjut dia, harga rumah ini naik. Dimana sampai dengan tahun 2019 harga rumah menjadi Rp158 juta
“ Jadi saya minta NOPTKP ini dirubah menjadi Rp175 juta atau Rp200 juta sehingga nilainya ini masih nol untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),” kata dia menjelaskan. (L. Ng. Mbuhang)