Demikian penilaian Jaringan Aneuk Syuhada Aceh (JASA) terhadap apa yang telah terjadi di Aceh selama didera konflik yang berkecamuk, mereka menambahkan buah hasil perundingan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Republik Indonesia dihadapan manca negara Eropa mengantarkan perdamaian Aceh pada tanggal 15 Agustus 2005 silam di Helsinky, Finlandia.
Namun mirisnya, sudah sepuluh tahun lebih damai tersebut hadir di Aceh, akan tetapi poin hasil perjanjian Aceh dalam MoU sebagai sepakatan damai yang bersangkutan belum kunjung menampakan diri di tengah-tengah Rakyat Aceh.
Para Aneuk (Anak-red) Syuhada ini mengkhawatirkan kondisi Aceh saat ini, Aceh bisa saja lebih terpuruk dari sebelumnya karena hak-hak Aceh belum juga terealisasi. Ditambah lagi, kondisi perpolitikan Aceh saat ini bukan lagi memperjuangkan hak rakyat, akan tetapi memperjuangkan posisi jabatan dalam pemerintahan.
“Perjuangan Aceh masih berjalan, dan pemerintah Aceh sudah seharusnya bersatu untuk memperjuangkan UUPA,” kata Muhammad Jhony dalam berkapasitas sebagai ketua JASA.
“Tidak sedikit para syuhada mempertaruhkan nyawa dalam perjuangan Aceh, nyawanya sebagai taruhan dan keluarganya ditinggal mati oleh suami dalam membela perjuangan Aceh dan inilah yang akan dituntut oleh JASA kepada pemerintah Aceh, sejauh mana tanggung jawab mereka terhadap pengorban besar tersebut,” ungkap Muhammad Jhony di sebuah Warkop di Panton Labu, Kamis (01/11/16).
Para petinggi GAM terdahulu menurut M. Jhony banyak yang telah berkhianat terhadap perjuangan Aceh. Perjuangan melalui Partai Aceh ditelantarkan begitu saja demi popularitas dan kursi jabatan sebagai kepala daerah dan melupakan tugasnya.
“Seperti Halnya Zaini Abdullah, dia salah satu petinggi GAM dulu yang menciptakan perang di Aceh, peperangan itu menyisakan kepahitan, kendatipun damai sudah berlangsung lama, namun yang terjadi hari ini, dikarenakan hawa nafsu jabatan beliau meninggalkan perjuangan panjang Aceh dalam memperjuangkan UUPA yang belum tersentuh Rakyat, demikian juga Irwandi dan Apa Karya (Zakarya Saman)” tukas Muhammad Jhony.
GAM yang beralih nama menjadi Komite Peralihan Aceh (KPA) pasca perdamaian berlangsung, dikuasai oleh para petinggi GAM dibawah Partai Lokal PA. Kini, para petinggi tersebut diklaim sebagai pengkhianat, PA yang seharusnya memperjuangkan Aceh, malah dijadikan sebagai ‘Lumbung Padi’ untuk memperkaya diri.
“Dotto Zaini dipercayakan oleh PA sebagai Gubernur Aceh, dengan tujuan menangani perkara Aceh hingga selesai. Namun, tugas tersebut masih merupakan PR, Hakikatnya, perjuang PA demi tercapaian butir-butir perjanjian Aceh, untuk mensejahteraan Rakyat, kini beliau berkhianat, inilah tujuan kedatangan JASA saat beliau bertandang ke Aceh Utara untuk mempertanyakan, kenada dia berkhianat,” terang Jhony.
Juru Bicara KPA/PA Pasee tersebut menambahkan, Zaini Abdullah yang pernah dipercayakan sebagai tetua KPA-PA ini pernah menyampaikan orasinya, dimana ia menyebutkan Aceh hari ini tidak lagi berperang menggunakan senjata, tapi Aceh masih harus tetap berjuangan di meja Politik, menjemput UUPA. “Nyatanya, sekarang apa yang dia lakukan, beliau telah membelakangi perjuang ini. Kerugian besar bagi Aceh, jika MoU jadi sia-sia,” lanjutnya.
Sikap Zaini Abdullah menurut RASA telah mengecewakan banyak pihak di Aceh, “Dimana ia pernah mengharamkan Independen dan PA harga mati bagi Aceh, sekarang ia melanggarnya, ini pengkhiatan yang sangat nyata bagi perjuangan,” demikian pungkas ketua JASA tersebut.(En)