Musda AAI Pertegas Peran Antropolog
SURABAYA, beritalima.com | Menjelang Musyawarah Daerah (Musda) Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) Jawa Timur pada 27 Juni mendatang di Surabaya, ada momen yang tepat untuk membincangkan tentang AAI.
Utamanya utuk menyosialisasikan apakah itu AAI kepada masyarakat khususnya Jawa Timur.”Mulai dari sejarah hingga peran antropologi di Indonesia,” kata Ketua OC Panitia Musyawarah Daerah (Musda) Pengurus Daerah (Pengda) AAI Jatim 2021 Dr Yuniawan Heru Santoso MSi.
Bahkan bisa dimulai dari pembahasan apakah antropologi dan antropolog itu sendiri. ”Sebab masih banyak masyarakat kadang bingung memisahkan antara antropologi dengan cabang ilmu lainnya atau profesi antropolog dengan yang lainnya,” kata Heru.
Secara umum, antropologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari keragaman dan kompleksitas kehidupan manusia. Ada yang menganggap antropologi dan arkeologi itu sama saja. Bahkan ada yang menduga bahwa antropologi tidak beda dengan astronomi.
Namun meskipun arkeologi dan antropologi berkerabat dekat, antara lain sama-sama termasuk rumpun ilmu sosial humaniora, namun fokus dan ruang lingkup dua disiplin ilmu itu berbeda. ”Padahal aarkeologi dan antropologi memiliki organisasi asosiasi profesi masing-masing yang berbeda,” tegasnya.
Arkeologi mempelajari kehidupan manusia masa lampau lewat fosil dan peninggalan benda-benda bersejarah (artefak budaya). Sementera disiplin ilmu antropologi fokus pada upaya untuk memahami ide, gagasan, norma, nilai-nilai, sistem religi dan kepercayaan, serta berbagai benda dan praktik budaya yang berpengaruh pada dan dipengaruhi oleh kehidupan manusia.
Secara usia, AAI berdiri lebih dari 35 tahun yang lalu. Atau tepatnya tanggal 12 Maret 1983. AAI didirikan atas prakarsa sejumlah tokohnya di Indonesia seperti Prof Koentjaraningrat dari Universitas Indonesia. Ia berperan besar dalam membangun dan mengembangkan antropologi di Indonesia
Ia bersama Dr. Usman Pelly dari Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Mattulada dari Universitas Hasanuddin Makassar, dan sejumlah tokoh Antropologi Indonesia lainnya seperti Prof. Dr. S. Budhisantoso, Prof. Dr. Meutia F. Swasono, Dr. Kartini Sjahrir, Dr. Rahardjo, Prof Dr. E. K. M. Masinambouw, Prof Dr. Sjafri Sairin, Prof. Dr. P.M. Laksono dan banyak lainnya.
AAI adalah satu-satunya organisasi untuk profesi antropolog di tingkat nasional. Anggota AAI adalah mereka yang menggunakan perspektif dan paradigma antropologi dalam menjalankan profesinya. Ada beragam profesi anggota yang bergabung di AAI dan termasuk beragam pula ruang lingkup kerja mereka.
Anggotanya ada yang berprofesi sebagai dosen perguruan tinggi, guru sekolah, pegiat organisasi non pemerintah, pegawai pemerintah dan swasta termasuk juga ada yang aktif sebagai wiraswasta.
”Beragamnya profesi dan bidang yang digeluti anggota AAI tidak lain karena antropologi sebagai disiplin ilmu di mana sangat luas cakupan aspek ruang lingkup studinya. Selain itu pendekatan dan perspektif antropologi dapat digunakan dalam berbagai lingkup persoalan dan sektor,” katanya.
Maka dengan penyelanggaraan Musda Pengda AAI Jatim paad 27 Juni, Heru mengharapkan akan makin banyak masyarakat yang paham dengan antropologi dan antropolog. ”Diharapkan dengan terbentuknya pengurus daerah nantinya, jaringan kerja sama di antara para antropolog se-Jawa Timur yang berasal dari berbagai kalangan dan profesi harapannya akan semakin kuat dan berkembang,” katanya. (*)