KHOFIFAH SEKARANG BUKANLAH KHOFIFAH YANG DULU
Oleh Syafrudin Budiman SIP
Mantan Ketua Pimpinan Wilayah Partai Matahari Bangsa Jawa Timur/Mantan Tim Sukses Pasangan BERKAH
Tahapan Pemilihan Kepada Daerah Gubernur (PIlgub) Propinsi Jawa Timur 2018-2023 sebentar lagi akan dimulai. Tentunya pesta demokrasi ini akan disambut oleh seluruh warga Jawa Timur dari ujung Pacitan sampai ujung Banyuwangi termasuk warga Madura dan puluhan pulau-nya yang menjadi bagian dari Jawa Timur.
Pilgub Jawa Timur menjadi ajang sarana mencari figur pemimpin masa depan Jawa Timur untuk lebih baik dan lebih sejahtera. Kepemimpinan Gubernur Soekarwo dan Wakil Gubernur Saifullah Yusuf terbilang sukses membangun Jawa Timur dengan slogannya APBD untuk rakyat, walaupun diujung akhir pemerintahan ada 2 Kepala Dinas Pemprov Jawa Timur yang tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan dugaan menyuap Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur berinisial MB.
Pakde Karwo sapaan akrab Gubernur Jatim hari ini, sudah dua kali menjabat dengan melalui 2 kali rentetan Pilkada Jawa Timur yang penuh suasana dramastis. Pada Pilgub 2008 Pakde Karwo dan didampingi Gus Ipul sapaaan akrab Syaifullah Yusuf menang melalui tiga tahapan Pilkada.
Pilgub pertama tahun 2008 diikuti lima pasang calon pada putaran pertama, yaitu Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (KaJi), Sutjipto-Ridwan Hisjam (SR), Soenarjo-Ali Maschan Moesa (Salam), Achmady-Suhartono (Achsan), dan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa). Pada putaran pertama hasilnya tidak ada yang mendapat lebih dari 30 persen suara. Dua pasangan yang lolos adalah Khofifah dan Mudjiono dengan 24,82 persen dan Soekarwo-Saifullah Yusuf dengan 26,44 suara.
Kedua Pilkada Jawa Timur melalui dua putaran. Pilgub Jatim putaran II yang digelar 4 November 2008 berjalan tertib dan lancar. Pada putaran ke II terjadi persaingan yang sangat sengit antara 2 pasangan calon yang bisa disebut sama-sama kuat tersebut. Hasil akhir dari putaran ke II yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur memenangkan pasangan KarSa atas pasangan KaJi dengan perolehan suara 7.729.944 (50,20 persen) dan 7.669.721 (48,80 persen).
Ketiga Khofifah menggugat ke MK dan berbuah keputusan putaran ketiga, yaitu pemungutan ulang di Sampang dan Bangkalan. Hasil akhirnya Karsa menang dengan 50,11 persen suara sementara Ka-Ji dengan 49,89 suara.
Pada putaran ketiga Khofifah legowo dan tidak menggugat lagi ke Pengadilan Negeri atau Mahkamah Konstitusi. Pernyataan ini juga pernah disampaikan Ibu Khofifah Indar Parawansa kepada saya sebagai tim sukses Berkah pada Pilgub 2013. “Saya bisa saja menggugat ke Pengadilan Negeri atau PTUN serta MK, tapi suami saya tidak mengijinkan demi kebaikan bersama.” kata Ketua Umum Muslimat NU ini kepada saya.
Sementara Pilgub kedua tahun 2013 Pakde Karwo dan Gus Ipul lagi-lagi melawan Khofifah Indar Parawansa yang didampingi Herman Surjadi Sumawiredja. Lagi-lagi masalah timbul dan tahapan Pilgub 2013 tidak berjalan mulus, sebab Khofifah-Herman pasangan berjargon BERKAH ini menggugat KPUD Jatim ke DKPP karena didiskualifikasi sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jatim
Kisruh Pemilukada Jatim 2013 bermula saat terjadinya dualisme dukungan di antara pimpinan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI) dan Partai Kedaulatan (PK) kepada pasangan petahana Soekarwo & Saifullah Yusuf atau Khofifah Indar Parawansa & Herman Surjadi Sumawiredja. Isu pun mulai berkembang seiring Ketua KPUD Jatim dituduh menerima suap dari salah satu calon sebesar 3 miliar rupiah.
Berdasarkan hasil voting yang dilakukan KPUD Jatim pada rapat pleno yang diadakan tanggal 14 Juli 2013, KPUD Jatim menetapkan pasangan Khofifah Indar Parawansa & Herman Surjadi Sumawiredja tidak lolos Pemilukada Jatim 2013 karena partai pendukung memiliki kursi sebesar 14,81%. Dukungan tersebut tidak memenuhi syarat yang seharusnya sebesar 15% kursi DPRD Jawa Timur. Pasangan Khofifah-Herman pun menggugat KPUD Jatim ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan DKPP menyatakan bahwa pasangan Khofifah-Herman dapat mengikuti Pemilukada. KPUD Jatim pun menerima keputusan DKPP dan menetapkan pasangan Khofifah-Herman mendapat nomor urut 4.
Pilgub ini diikuti oleh empat pasang cagub dan cawagub. Gubernur dan Wakil Gubernur petahana, Soekarwo dan Saifullah Yusuf kembali maju bersama dalam Pilgub 2013 diusung Partai Demokrati. PDIP mengusung Bambang Dwi Hartono yang merupakan mantan Wali Kota Surabaya bersama dengan Said Abdullah yang adalah anggota DPR RI Dapil XI. Pilgub ini juga diikuti oleh pasangan dari jalur independen yaitu Eggi Sudjana, seorang aktivis Indonesia yang berpasangan dengan Muhammad Sihat, Camat Benowo, Surabaya. Pada tanggal 31 Juli 2013, DKPP memenangkan gugatan dari pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Herman Surjadi Sumawiredja yang diusung oleh PKB dan 5 partai politik non parlemen yang sebelumnya dinyatakan tidak lolos oleh KPU Jatim. Pada tanggal 15 Juli 2013, KPUD Jatim telah mengundi nomor urut peserta Pilgub Jatim, disusul oleh Khofifah-Herman yang bergabung setelahnya.
Dari hasil rekapitulasi KPUD Jatim, pasangan petahana Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) berhasil memenangkan pemilukada jatim dengan memperoleh total suara 8.195.816 suara atau 47,25%. Sedangkan rival terberatnya yaitu pasangan Khofifah-Herman (Berkah) memperoleh 6.525.015 suara atau 37,64%.
Sementara, pasangan Bambang-Said (Bangsa) mendapat 2.200.069 suara atau 12,69% dan terakhir pasangan melalui jalur independen Eggi-Sihad mendapatkan 422.932 suara atau 2,42%. Hasil penghitungan itu , diperoleh dari total jumlah suara sah 17.343.832. dengan partisipasi pemilih sebanyak 59,58 %. Dan dipastikan akan berlangsung satu putaran.
Andai saja pasangan Khofifah-Herman waktu itu tidak dijegal oleh KPUD Jatim dengan alasan Tidak Memenuhi Syarat (TMS), tentunya situasi berbicara lain. Pemborongan, penjegalan dan penggembosan parpol oleh pihak KarSa yang menjadi petahana menjadi tidak fair, sebab Khofifah-Herman sibuk pada sidang DKPP untuk memperjuangkan nasibnya.
Walaupun berhasil dan akhirnya tiga anggota KPUD Jatim dipecat tidak hormat oleh DKPP, tetapi konsilidasi Khofifah-Herman sedikit terganggu. Itupun walau dijegal sana-sini, pasangan yang didukung PKB, PKPB, PKPI, Partai Kedaulatan, PMB, dan PPNUI, tetap memperoleh hasil maksimal dengan memperoleh 6.525.015 suara atau 37,64%.
Kebetulan saya menjadi saksi disidang DKPP yang ketuai Jimly Assyidiqqi, menguraikan bagaimana cara-cara KarSa dengan curang mempengaruhi KPUD Jatim dan memborong partai politik non parlemen untuk menjegal Khofifah-Herman. Selain DKPP, pihak pasangan Khofifah-Herman juga menggugat hasil Pilgub Jatim 2013 ke Mahkamah Konstitusi.
Hamdan Zoelva yang memimpin sidang putusan sengketa Pilgub Jatim di Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan keputusannya jika seluruh pasal-pasal gugatan yang diajukan oleh pemohon yakni pasangan Khofifah Indar Parawansa- Herman S. Sumawiredja ditolak dalam perkara sengketa Pilgub Jatim terhadap termohon KPU Jatim, dengan pihak terkait Soekarwo-Saifullah Yusuf.
Dengan demikian menandakan bahwa Gubernur Jawa Timur beserta Wakil Gubernur Jawa Timur terpilih yakni pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf dianggap telah sah. Permohonan pemohon yang diajukan masih dalam tenggat waktu. Hukum permohonan tidak beralasan yang cukup. UU No.23 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No.32 Tahun 2004 tentang pemrintahan daerah dengan UU No.12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah serta UU No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Maka Mahkamah memutuskan, mengadili, menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Putusan MK tentang Pilgub Jatim sedikit kontraversi, sebab beberapa hari sebelum putusan Akil Muhtar Ketua Mahkamah Konstitusi ditangkap oleh KPK, dengan dugaan terindikasi menerima suap terkait sengketa Pilkada. Bahkan secara mengejutkan didalam jeruri perjara, Akil Muhtar sempat mengatakan bahwa pemenang sidang MK tentang Pilgub Jatim 2013, seharusnya pasangan Khofifah-Herman.
Aura proses Pilgub Jatim yang penuh kecurangan mulai terasa dan dirasakan oleh saya sendiri sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Partai Matahari Bangsa Jatim selaku pendukung dan pengusung pasangan Khofifah Herman. Hal ini terjadi sejak penjaringan nama-nama kandidat, proses pendaftaran, sidang DKPP, Pemungutan Suara sampai sidang MK. Kebetulan juga saat itu saya juga menjadi saksi utama pasangan Khofifah-Herman di sidang MK, sehingga suasana tersebut bisa saya rasakan secara nyata.
Uang dan kekuasan menjadi faktor utama pemenangan pasangan Soekarwo-Saifullah. Pasangan KarSa berambisi menjegal Khofifah-Herman agar biaya politiknya menjadi rendah, sementara kalau Khofifah-Herman maju, pasangan Pakde Karwo-Gus Ipul menjadi berat dan membutuhkan biaya yang besar, sebab tidak mudah mengalahkan Khofifah-Herman yang memiliki basis yang kuat dan mengakar di bawah.
Peta Politik Pilgub Jatim 2018
Saat ini nama-nama kandidat mulai bermunculan, mulai dari Tri Rismaharani (Wali Kota Surabaya), Saifullah Yusuf (Wagub Jatim), Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial/Ketua Umum Muslimat NU), Masfuk (Mantan Bupati Lamongan dua periode), Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi), Hasan Aminuddin (Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem), Suyoto (Bupati Bojonegoro). Tidak hanya itu juga banya sejumlah nama-nama yang diunggulkan parpol untuk menduduki kursi Jatim-1.
Syarat mengusung calon di Pilgub Jatim, parpol harus memenuhi syarat-syarat tentang tata cara pencalonan gubernur dan wakil gubernur. Khususnya syarat perolehan jumlah kursi DPRD di daerah yang berlangsung Pilkada.
Dalam Peraturan KPU 9/2016 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, syarat pertama bagi partai yang ingin mengusung calon gubernur sendiri adalah harus memiliki jumlah perolehan kursi di DPRD di daerah pilkada sebanyak 20 persen. Atau parpol punya 25 persen dari akumulasi suara sah dalam pemilihan legislatif terakhir.
Berdasarkan data KPUD Jatim total kursi di DPRD Jatim sebanyak 100 kursi. Dimana perolehan 100 kursi tersebut tersebat pada 10 parpol di Jatim. PKB memperoleh kursi terbanyak di DPRD Jatim 20 kursi. Sehinngga PKB berhak mengusung calonnya sendiri pada Pilgub Jatim 2013, karena telah memenuhi syarat minimal 20 persen kursi.
Sementara PDIP memperoleh kursi terbanyak kedua di DPRD Jatim dengan 19 kursi, diikuti Gerindra dan Demokrat memperoleh sebanyak 13 kursi. Partai Golkar memperoleh 11 kursi, PAN punya 7 kursi, dan PKS 6 kursi. Sisa kursi diduduki oleh PPP dengan 5 kursi, NasDem 4 kursi, dan terakhir Hanura 2 kursi.
Jika melihat peta politik diatas dimungkinkan akan ada 3-4 pasang calon gubenur dan calon wakil gubernur Jatim, diluar jalur independen. Sehingga peta politik Pilgub Jatim 2018 tidak jauh berbeda dengan peta politik Pilgub 2008 dan 2013.
Baru baru ini walau terburu-buru PKB Jatim melalui KH. Muhaimin Iskandar Ketua Umum DPP PKB sudah menyatakan dukungan dengan mendukung secara resmi Gus Ipul sebagai cagub dan KH. Halim Iskandar sebagai cawagub. Sebuah keputusan berani yang penuh spekulasi walau Pilgub masih satu tahun lagi berlangsung. Sementara itu partai-partai yang lain masih dinamis dan menimbang-nimbang untuk memilih calon terbaik orang nomer satu dan dua di Jatim.
Sementara itu Khofifah Indar Parawansa ketika diwawancarai detik.com mengatakan, jangan terburu-buru. “Saya rasa, saya harus cek sound dulu. Cek sound adalah survei yang harus dilakukan secara detail,” kata Khofifah saat ditemui seusai acara pelantikan PP Muslimat NU di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Selasa (28/3/2017). Saat ini, Khofifah ingin berfokus di posisinya sebagai Mensos terlebih dahulu. Meski demikian, dia tetap memantau jalannya proses politik, termasuk di Jawa Timur.
“Jadi begini, kalau sekarang karena saya membawa mandat Mensos, saya ingin memaksimalkan kinerja dan sosialisasi saya untuk bekerja di Kementerian Sosial. Kita sama-sama melihat bahwa ada proses politik yang sedang berjalan di negeri ini, termasuk di Jatim,” ujar Khofifah.
Sikap santai Khofifah ini untuk mengukur sejauh mana proses politik yang berkembang di Jatim sambil dirinya menyelesaikan tugasnya di Kementerian Sosial RI. Sebagai tim sukses Khofifah-Herman pada 2013 lalu, Ibu Khofifah pernah mengatakan pada saya, “Cita-cita saya ingin membangun Jatim dan tentunya harus jadi Gubernur untuk memajukan Jatim. Kalau mau jadi presiden saya, belum minat, sementara kalau jadi menteri saya sudah pernah pada jaman Gus Dur,” terang Ibu Khofifah menyampaikan santai di depan teras rumahnya.
Bahasa ini masih saya rekam dan masih saya catat. Bahwa Ibu Khofifah tetap akan maju pada Pilgub Jatim 2013, apalagi usianya masih muda dan kesehatannya masih memungkinkan untuk terjun lagi pada Pilgub mendatang. Jika Gus Ipul udah memiliki kursi dan Khofifah masih cek sound, dimungkinnya sinyal kuat dua macan politik Jatim ini akan bertarung kembali dan tentu saling berebut menuju tahta grahadi.
Jika pertemuan Gus Ipul dan Khofifah bener-bener terjadi maka, pertarungan Jilid III ini Khofifah akan lebih diuntungkan, sebab suara nasionalis yang diwakili Soekarwo di Mataraman belum tentu ke Gus Ipul, bisa dimungkinkan bisa pindah ke tokoh-tokoh yang akan diusung PDIP sebagai payung besar kaum nasionalis dan bahkan bisa berpindah ke Khofifah. Tokoh nasionalis yang akan diusung PDIP bisa jadi Risma, Djarot, Bambang DH, Indah Kurnia atau lainnya.
Dahulu sebelum Khofifah menjadi Menteri Sosial dijaman Jokowi, menjadi kandidat calon gubenur sangatlah megap-megap, masalah pendanaan dan logistik kadang menjadi kendala. Walau hal tersebut tidak menjadi yang utama. Sebagai mantan tim sukses Khofifah-Herman dahulu Ibu Khofifah memang susah dalam pendanaan, sehingga harus cari sana-sini. Tetapi sekarang berbeda, kekuatan Khofifah sudah terukur, status sebagai Menteri Sosial membuatnya bisa lebih dekat dengan media dan bisa turun langsung ke masyarakat bawah. Walau tanpa tujuan kampanye, dirinya sudah terkampanye dengan sendirinya. Tiap hari wajah dan posenya menghiasi media cetak dan elektronik.
Saya menyebutnya, Khofifah sekarang bukanlah Khofifah yang dulu. Sekarang dirinya menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan Jokowi. Arus jaringan politik, media, financial dan kekuasaan melekat pada dirinya. Saat ini saja tersebar dibanyak media sudah 4 partai akan mengusung dirinya, mulai Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN dan Partai NasDem. Hal ini menandakan Khofifah yang dulu adalah macan luwe dan sekarang Khofifah adalah macan kemayoran.
Gus Ipul akan kewalahan mengahadapi Khofifah pada situasi sekarang, apalagi posisi cawagubnya sudah dikunci ke Halim Iskandar Ketua DPW PKB Jatim yang memiliki jargon “Holopis Kontol Baris.” Sementara Khofifah masih bebas menimang-nimang siapa yang paling berhak mendampinginya. Stok orang hebat banyak dan siap mendampinginya. Sebut saja Masfuk (Ketua DPW PAN Jatim/Mantan Bupati Lamongan dua periode), Ridwan Hisjam (Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar/Mantan Ketua DPD Partai Golkar Jatim), Hasan Aminuddin (Anggota DPR RI Fraksi Partai Nasdem/Mantan Bupati Probolinggo dua periode), Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi) dan Suyoto (Bupati Bojonegoro dua periode), Bahkan bisa juga bersama Tri Rismaharani (Wali Kota Surabaya), kalau PDIP bergabung pada gerbong besar mengusung Khofifah Indar Parawansa.
Hal ini menjadi keunggulan Khofifah untuk memperluas dukungan lintas partai nasionalis dan agamis untuk bersatu mendukung dirinya. Penentuan cawagub bisa dibicarakan bersama melalui komitmen bersama membangun Jatim. Demikian tulisan saya, semoga kedepan lahir Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim yang lebih baik. (*)