SURABAYA, Beritalima.com|
Anggaran untuk revitalisasi jalan protokol provinsi dari APBN sebesar 43 triliun, jika jalan-jalan tersebut rusak sebelum waktunya, itu sangat membebani pemerintah. Oleh karena itu salah satu solusi adalah pengaturan tentang tonase muatan serta dimensi kendaraan angkut yang selalu kita sosialisasikan. Demikian penjelasan yang disampaikan oleh ketua komisi D Kuswanto, Rabu (29/1/2020) di ruang kerjanya.
Lebih lanjut Kuswanto menjelaskan, bahwa over dimensi dan overload ini sudah diatur oleh undang-undang lalu lintas dan angkutan barang tahun 2009,”Tapi pelaksanaannya sampai sekarang itu selalu tertunda-tunda. Rekayasa untuk mengurangi jumlah muatan yang berlebih itu, sebenarnya ada pada jembatan timbang. Jembatan timbang sekarang dikelola oleh pusat. Pemerintah Jawa Timur sudah mencoba untuk melakukan solusi atau Jalan Damai atau Jalan Tengah dari kesulitan yang sekarang dialami oleh pemerintah pusat. karena pemerintah pusat tidak punya petugas yang akan mengelola jembatan timbangan,”sambung Kuswanto.
Menurut Kuswanto seluruh petugas yang ada di seluruh jembatan timbangan yang ada di Jawa Timur itu, adalah karyawan atau ASN yang ada yang berasal dari Dinas Perhubungan provinsi. “Pada saat dikelola pusat mereka kesulitan untuk mendapatkan tenaga pengelola yang sedemikian banyaknya. Jawa Timur sudah mengusulkan kalau timbangan itu dikembalikan operasionalnya kepada Jawa Timur, ya dekonsentrasi pemerintah pusat tetap yang menjalankan sesuai amanat undang-undang. Tetapi operasionalnya serahkan kepada pemerintah provinsi,”tambah Kuswanto.
“Nampaknya pada perkembangan- perkembangan terakhir ini sudah ada titik terang. Pemerintah pusat akan menyerahkan operasionalnya kepada provinsi Karena sekarang ini dari sekian belas jembatan timbang Baru 9 yang siap untuk beroperasi,”tukas Kuswanto.
“Salah satu langkah yang dilakukan oleh pihak pengelola tol memang tidak semua ruas tol. Kalau kita lihat dari ruas tol Mojokerto Jombang itu sekarang sudah ditangkap. Di tengah-tengah jalan itu sudah ada tulisan bahwa odol dilarang masuk. Jadi mereka sudah tidak mau untuk dilalui kendaraan yang over dimensi dan overload. Karena memang sangat besar biaya pemeliharaan,”imbuhnya.
Perencanaan pembuatan tol sendiri akan menambah suatu ongkos pembayaran, lanjut Kuswanto, yang begitu besar resiko kecelakaan dibuat sangat tinggi, karena semua kendaraan berat yang bermuatan dengan kelebihan tonase itu tidak bisa mencapai kecepatan yang tinggi. “Mereka hanya berkisar sekitar 30 km per jam. Jadi kalau misalnya di jalan nasional kemudian di jalan tol kita tidak pernah melihat truk yang kecepatannya lebih dari 30 km per jam, karena di samping itu pasti yang namanya pengereman segala macam itu tidak bisa efektif. Karena didorong oleh muatan yang sangat besar sekali. Dari pihak Kementerian Perhubungan sudah menyatakan secara teknis Dinas Perhubungan kongkritnya belum bisa tahu persis. Mungkin masih dipersiapkan langkah-langkah Apa yang akan kita lakukan untuk mengembalikan normalisasi jembatan timbang yang ada di provinsi Jawa Timur,”pungkasnya.(yul)