Jhon SE Panggabean : Advokat Terus Mengkritisi Putusan Hakim Yang Keliru

  • Whatsapp

Jakarta | beritalima.com – Sistem peradilan sepanjang tahun 2020 ini terlihat carut – marut meskipun menyatakan tidak setuju terhadap carut marut itu, tapi tetap mengkritisi hal yang keliru sejak tahun 1998.

Hal yang paling dibingungkan menurut anggapan praktisi hukum Jhon SE Panggabean adalah hukum menjadi panglima artinya segala tingkah laku masyarakat atau lembaga apapun harus sesuai dengan hukum. “Itulah cita – cita,” terang Jhon yang juga Ketua DPC PERADI Jakarta Timur, Kamis (31/12/2020)

Namun diungkapkannya, masih sangat jauh dari harapan, makanya kata Ketua DPC Jaktim Peradi Juniver Girsang itu banyak orang pesimis terhadap penyadaran hukum, bila dilihat dari sistem penegakkan hukum khususnya lembaga peradilan. Jhon SE Panggabean menegaskan, sepertinya sudah berjalan lebih efektif dari sebelumnya.

“Khususnya tiga tahun ini terutama dalam perkara perdata, e-court. Jadi sistemnya sudah cepat, lebih efektif. Jadi pencari keadilan melalui advokat sudah lebih cepat menyelesaikan perkara,” tukasnya.

Kalau dulu kata Jhon, menyelesaikan perkara di Mahkamah Agung bisa 3 – 5 tahun bahkan 20 tahun yang lalu bisa sampai 10 tahun. Tapi sekarang sudah tapi sekarang 4-5 bulan sudah selesai.

“Berarti Mahkamah Agung 1 – 2 tahun sudah selesai tapi kalau dulu sampai bertahun – tahun,” imbuhnya.

Namun persoalan hukum yang diketahui Jhon SE Panggabean hingga saat ini, masih ada oknum-oknum penegak hukum maupun di pengadilan, yang memang menurutnya atas keteledorannya atau kesengajaannya. Dimungkinkan untuk kepentingan pribadi tidak dapat dipungkiri 1 atau 2 orang oknum.

“Iya kan begitu karena kita sudah melihat segala sesuatu sudah melalui e-Court tadi, kalaupun dimungkinkan ada yang hal yang di berita acara yang diduga tidak sesuai dengan fakta, kan kita bisa counter kemudian, karena sebagai advokat punya rekaman khusus,” terangnya.

Lanjut Jhon setiap persidangan dalam hal pemeriksaan saksi, bila memang bertentangan, justru hakimnya bisa dilawan putusannya apabila dikalahkan berdasarkan fakta yang keliru itu di pengadilan tinggi, begitu juga di Mahkamah Agung.

“Tapi kalau ada seseorang melanggar kewajibannya baik itu hakim maupun panitera bisa kita laporkan. Jadi semua itu ada prosesnya, ke bagian badan pengawasan Mahkamah Agung,” tandasnya.

Masih diungkapkan Jhon, bila ada yang lebih fatal lagi dalam hal penyalagunaan wewenang (abuse power) bisa dibawa ke Komisi Yudicial. “Saya sendiri pernah mengadukan Hakim dan terbukti pengaduan saya itu demi penegakkan hukum karena hakim salah mengeluarkan petikan keliru dengan amar putusannya, misalnya dihukum 500 juta menjadi 5 miliar,” tandasnya.

Menurutnya amat jauh dari petikan dan putusan, karena petikan menurut anggapan Jhon SE sangat merugikan kliennya, sehingga Hakim tersebut dapat dilaporkan ke Komisi Yudicial dan yang bersangkutan diperiksa sehingga yang bersangkutan dapat dihukum meskipun berupa teguran.

“Jadi dalam upaya hukum terhadap kliennya harus optimis mengajukan banding atas putusan yang keliru. Termasuk Wartawan juga harus berani mendengungkan agar penegakkan hukum demi keadilan benar-benar terjadi,” tuturnya.

Di akhir kalimat, dia pun mengungkapkan bahwa, selama tahun 2020 banyak pelanggaran hukum yang dilihat, tapi bila dilihat belakangan ini, ada statement daripada lembaga peradilan, Kejaksaan, Kepolisian. “Bahwa apapun kalau ada yang terjadi pelanggaran akan dihukum kita lihatlah ke depan diakhir tahun 2020 ini,” pungkasnya.

Reporter : Dedy Mulyadi

beritalima.com

Pos terkait