JAKARTA, Beritalima.com– Legislator dari Dapil I Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), H Johan Rosihan ST mengatakan, realisasi pengdadaan gabah Badan Urusan Logistik (Bulog) setiap tahun rendah. Persentase serapan gabah petani oleh Bulog setiap tahun terus turun.
Menurut anggota Komisi IV DPR RI membidangi Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LH) ini, menurunnya serapan Bulog ini terjadi sejak 2017. Kurva penyerapan Bulog terhadap gabah para petani setiap tahunnya menunjukkan trend penurunan.
Padahal, ungkap Johan kepada Beritalima.com, Senin (29/8) malam, mestinya Bulog mampu optimalkan penyerapan terutama Maret sampai Juni. Namun, selama ini persentase serapannya hanya berkisar 50-65 persen terhadap total serapan per tahun.
Johan saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Bulog dan jajarannya dalam rangka evaluasi dan monitoring kinerja di Ruang Rapat Komisi IV DPR RI Gedung Nusantara Komplek Parlemen Senayan Jakarta semalam juga menyampaikan hasil serupa. Dia malah mendorong Bulog sebagai operator pangan bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap gabah petani.
Menurut Johan, rendahnya kemampuan Bulog menyerap gabah petani bakal menyebabkan harga gabah di tingkat petani menjadi rendah, malah jauh di bawah bahkan jauh di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP).
Pada kesempatan itu, Johan mengungkapkan, harga jual gabah di tingkat petani di Pulau Sumbawa ada di kisaran Rp 3.600 sampai Rp 3.800 per kg. “Saya minta Bulog segera bertindak agar harga gabah di tingkat petani khususnya petani di Pulau Sumbawa dapat menguntungkan petani demi meningkatkan kesejahteraan mereka,” ucap Johan.
Politisi senior yang juga anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini menegaskan, dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) tentang Badan Pangan Nasional (BPN), posisi Bulog harus dilakukan pemisahan yang jelas antara regulator dan operator pangan.
“Saat ini Bulog sudah berada langsung di bawah BPN dan sepenuhnya dalam kendali badan itu. Sebagai operator pangan tidak boleh berperan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mencari keuntungan,” tutur Johan.
Legislator berasal dari Pulau Sumbawa ini minta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkaji ulang kebijakan Harga Enceran Tertinggi (HET) beras. Saya usulkan perlunya dibuat regulasi khusus agar HET tidak hanya melindungi konsumen yang di lapangan seringkali dimanfaatkan pengusaha besar untuk mendapat untung besar. Ke depan harus dibuat agar harga di tingkat petani menjadi lebih bagus dan jangan stagnan,” kata dia.
Johan juga berharap kebijakan keberpihakan harga di tingkat petani harus diprioritaskan demi meningkatkan kesejahteraan petani. ?Saya usulkan salah satu strategi yang mesti dilakukan pemerintah adalah kebijakan HET diganti dengan pola harga dasar. Dengan membuat harga dasar pembelian di tingkat petani, ada standar harga yang menguntungkan petani,” urai dia.
Johan juga mengingatkan, biaya produksi yang harus dikeluarkan petani sangat besar sehingga harga di tingkat petani harus memberi keuntungan buat petani. Selain itu, Johan juga mengingatkan, pembangunan fasilitas pengolah padi modern atau modern Rice Milling Plant (RMP) tidak boleh mematikan usaha penggilingan padi rakyat.
Saat ini 94 penggilingan merupakan penggilingan padi kecil sehingga usaha rakyat ini harus dibina Pemerintah supaya lebih berkembang dan menghasilkan kualitas yang lebih baik. “Saya berharap Bulog meningkatkan kemampuannya dalam menyerap gabah petani dan Pemerintah menjaga keberlangsungan usaha penggilingan padi rakyat,” demikian H Johan Rosihan. (akhir)