JAKARTA, Beritalima.com– Indonesia adalah negara agraris. Hampir semua produk pertanian dihasilkan petani Indonesia, termasuk produk hortikultura seperti cabai, tomat, wortel, kentang, labu siam, sayur mayur termasuk langkuas, jahe serta rempah-rempah.
Bahkan sebagian produk hortukultura itu diekspor ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Malah sampai ke Jepang. Lucunya, Indonesia dibawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengimpor jahe, tanaman yang nota bene banyak disekitar rumah warga di kampung.
Itu diamini anggota Komisi IV DPR RI membidangi Pertanian, Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LH), H Johan Rosihan ST. Legislator dari Dapil I Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut mendesak Pemerintahan Jokowi bersikap tegas untuk menghentikan impor jahe.
“Penolakan impor jahe dari negara mana juga jangan dilakukan ketika produk jahe tersebut sudah tiba di Indonesia. Harus dilakukan sebelum produk tersebut masuk ke tanah air,” kata Johan kepada Beritalima.com, Kamis (1/4).
Soalnya, papar anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI itu, dari permasalahan teknis yang diungkap Badan Karantina Kementerian Pertanian (Kementan), dari pemeriksaan fisik pada jahe impor itu terdapat cemaran berupa tanah dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) berupa nematoda sebagai media pembawa.
Mamayoda merupakan media pembawa yang dilarang masuk ke Indonesia berpotensi membawa bakteri dan penyakit pertanian masuk ke Indonesia.
Atas kejadian itu, Pemerintah menyikapinya dengan melakukan penolakan. Namun, hal itu tidak direspon importir sehingga dilakukan pemusnahan dengan cara dibakar menggunakan suhu tinggi pada jahe impor tersebut.
Karena itu legislator yang memang akrab dengan petani di Pulau Sumbawa ini berharap, Pemerintahan Jokowi berani memberikan sanksi tegas pada semua importir yang melanggar aturan ketentuan karena OPTK tersebut dapat merusak tumbuhan hortikultura lainnya sehingga merugikan petani dalam negeri. Bahkan bila perlu, cabut izin perusahaan jika importir itu tak mengindahkan ketentuan tentang impor.”
Dikatakan, tindakan pembakaran produk impor jahe tersebut menunjukkan lemahnya sistem karantina dan tata kelola produk impor yang masuk ke Indonesia. “Hal ini harus diperbaiki dari hulu sampai ke hilir. Jangan sampai negara kita menjadi sasaran masuknya bibit penyakit dan berbagai jenis OPTK yang bisa terbawa melalui tanah dari negara lain,” ungkap dia.
Johan mengurai, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia termasuk negara yang paling banyak melakukan impor jahe, baik dalam bentuk utuh, maupun bubuk. Tahun lalu total impor jahe 19.252 ton dengan rincian 19.204 ton dalam bentuk jahe utuh dan 48,39 ton jahe bubuk,” kata Johan.
Dikatakan, jika impor jahe yang tak memenuhi persyaratan Kementan tapi tetap masuk ke wilayah Indonesia merupakan bukti kasus terjadi praktek mafia impor hortikultura di tanah air secara sistematis. Ini tentu menjadi tanggung jawab Pemerintah agar tidak kalah dengan mafia impor demi kepentingan kedaulatan pangan nasional.
Untuk itu, Johan mengusulkan agar Komisi IV DPR RI segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) impor pangan, karena begitu kompleksnya serta sistematis kegiatan impor pangan yang telah merugikan para petani dalam negeri kita sebagai negara agraris.
Ketua DPP PKS ini mendorong Pemerintah menjaga kedaulatan pangan nasional dengan tak membiarkan kegiatan impor merajalela dan merusak tatanan pertanian nasional. “Saya menegaskan pentingnya dibentuk Badan Pangan Nasional agar ada perbaikan tata kelola pangan signifikan yang memiliki ‘power’ dalam perdagangan pangan internasional.”
Johan juga meminta Badan Karantina Kementan untuk menerapkan sistem karantina sangat selektif terhadap berbagai produk impor serta bersikap tegas terhadap semua pelanggaran yang tidak sesuai ketentuan. “Selain menolak impor jahe, saya berharap Kementan harus giat mengembangkan produk jahe lokal agar bisa memenuhi kebutuhan jahe nasional,” demikian H Johan Rosihan ST. (akhir)