SORONG, Berita lima.com – Pengurusan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua dinilai sudah jauh dari prosedur alias tumpang tindih sehingga patut diduga potensi korupsi sangat besar akan terjadi dan pasti akan merugikan keuangan negara dalam jumlah yang sangat besar. Oleh karena itu kami meminta kepada BPK-RI untuk segera memeriksa Dinas Pertambangan dan Energi Papua terkait penerbitan IUP. Demikian ditegaskan Aktivis anti Korupsi, Johan Rumkorem melalui press relasenya yang diterima media ini Minggu (10/12/2017)
“Kami mendatangi BPK-RI untuk meminta segera mengambil sikap tegas dengan memeriksa Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua terkait penerbitan IUP yang dinilai tumpang tindih yang berakibat akan terjadi tindak pidana korupsi yang akan merugikan keuangan negara,” tegas Rumkorem.
Dari data yang kami peroleh kata Rumkorem, potensi kerugian Negara sangat besar terjadi pada tahapan pemberian IUP/WIUP. Tahapan tersebut tidak dilihat dari resiko bahaya pada hutan lindung dan resiko lainnya.
Selain itu juga lanjut Rumkorem, perusahaan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) juga dapat memperoleh IUP bahkan perusahaan pemegang IUP tidak memiliki studi kelayakan (Amdal) yang baik, ada juga perusahaan yang tidak berkomitmen menyetor dana jaminan reklamasi dan pasca tambang, namun tetap mendapatkan IUP padahal dana jaminan dari perusahaan merupakan prasyarat untuk mendapatkan izin operasi produksi pertambangan.
“Tunggakan pembayaran pajak dan penerimaan negara yang tidak diawasi dan ditagih dengan baik. Akibatnya, penerimaan negara menjadi tersendat dan dapat berpotensi menimbulkan kerugian negara jika tunggakan tersebut tidak ditagih,” papar Rumkorem.
Dikatakan Rumkorem, LSM Kampak Papua pernah menyurati BPK RI karena berdasarkan investigasi di lapangan ada indikasi kerugian yang terjadi di sektor pertambangan atas penerbitan IUP/WIUP yang dikeluarkan oleh Dinas Pertambangan Provinsi Papua.
Lanjut Rumkorem, berdasarkan Surat Edaran Ditjen Mineral dan Batu Bara Nomor 07.E/35/DJB/2014 tentang tata cara pembayaran/penyetoran penerima negara bukan pajak dan penerimaan non anggaran secara elektronik dari sumber daya alam mineral dan batu bara, dan mengisi kolom keterangan atas jenis pembayaran pokok iuran tetap periode tahun 2013, 2014 dan 2015.
“Kami meminta kepada Ketua BPK RI untuk segera mengaudit beberapa poin yang telah kami sampaikan berdasarkan laporan masyarakat yang dinilai telah terjadi penyimpangan prosedur atau adanya maladministrasi yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua,” tutur Rumkorem.
Menurut Rumkorem, laporan masyarakat ini sudah tepat sasaran karena berdasarkan Bab VI pasal (8) dan (9) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, masyarakat juga mempunyai hak untuk memberikan informasi dan melaporkan terkait pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat negara.
Bukan UU No 28 tahun 1999 saja yang mengatur keterlibatan masyarakat dalam mengawasi pejabat, tetapi Peraturan Menteri dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Di Lingkungan Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral juga mengatur hal tersebut.
“Dalam Bab II pasal 2 pada bagian a, b, dan c Peraturan Menteri dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 tentang pedoman pengelolaan pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan Penyalahgunaan kewenangan, pelayanan masyarakat dan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta pungutan liar dari dasar undang-undang ini dapat dilaporkan oleh masyatakat kepada institusi penegak hukum,” jelas Rumkorem. (Jason)