JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi IV DPR RI, H Johan Rosihan minta Menteri Pertanian (Mentan) Dr Syahrul Yasin Limpo untuk meyakinkan Presiden Jokowi tentang kemampuan produksi pangan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat Indonesia.
Permintaan Johan ini disampaikan ketika mengikuti Rapat Kerja (Raker) secara virtual Komisi IV DPR RI dengan Menteri Pertanian beserta jajaran, Senin (4/5). Hal tersebut disampaikan sehubungan dengan prediksi krisis pangan pada masa pandemi Covid-19 ini.
Legislator dari Dapil Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menyampaikan dengan adanya pemotongan anggaran Kementan yang begitu besar, perlu strategi khusus dari pemerintah dalam membangun ketahanan pangan diantara bayang-bayang krisis pangan global era pandemic ini.
Johan mencontohkan, pemotongan anggaran ditjen tanaman pangan dan PSP yang juga sangat besar, dalam situasi ini kementan tetap harus menjaga nilai produksi tanaman pangan agar tdk mengalami penurunan dibanding tahun lalu serta menyiapkan langkah antisipasi untuk menghindari krisis pangan di IndonesiaPada sisi lain, jelas anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, adanya persoalan gejolak harga pangan juga harus diprioritakan karena ekonomi rakyat makin sulit.
Johan memaparkan, sekarang sudah selesai panen pertama di beberapa sentra beras. Setelah ini masuk musim kemarau panjang di beberapa daerah. Bagaimana stock pangan kita bisa terjaga di tengah perubahan iklim dan ketidakpastian produksi pertanian serta resiko kelangkaan sumber daya air. “Karena itu, Presiden harus diyakinkan bahwa kemampuan produksi pangan kita bisa kuat jika pemerintah segera menjadikan sektor pangan sebagai prioritas dalam penanganan pandemi Covid-19”, terang Johan.
Legislator asal Sumbawa ini juga mengingatkan persoalan yang mesti difahami terkait produksi pangan adalah terjadi konversi lahan ke non pertanian 113.000 hektar per tahun dan program cetak sawah baru sangat lamban dan tdk produktif. Jumlah rumah tangga usaha pertanian terus menurun, sekarang hanya ada 26,14 juta dengan laju peningkatan populasi penduduk 1,49 persen per tahun. “Dan, tahun ini saja APBN untuk pertanian merosot tajam. Rakyat perlu tahu rencana pemerintah terkait ketersediaan pangan saat pandemic ini,” tegas Johan.
Johan juga meminta penjelasan terkait bahan pangan indonesia yang mengalami defisit di saat panen raya karena sebelumnya Mentan selalu mengatakan stock pangan kita selalu aman. Sebagai monitoring pemerintah perlu membuat sistem informasi berupa peta kondisi pangan yang terus menerus di-update terutama mencakup produksi, konsumsi, stock dan harga. “Bukankah dulu pak menteri telah menggaungkan Penyatuan Data pertanian, sekaranglah pembuktiannya,” ucap Johan.
Pada kesempatan itu, Johan menjelaskan upaya untuk mewujudkan kemandirian pangan, perlu dilakukan optimalisasi pekarangan dan lahan melalui kegiatan pertanian keluarga dan pekarangan pangan lestari. “Mohon pemerintah terus menambah kelompok sasaran kegiatan ini menjadi lebih dari 4000 kelompok. Pemerintah juga perlu memberikan insentif khusus agar setiap rumah tangga mampu memproduksi bahan pangan dari pekarangan sendiri.
Johan juga mengucapkan terimakasih kepada Mentan yang berencana mendatangkan bawang merah dari Bima, NTB untuk mengisi stock bawang merah di Pulau Jawa. “Saya berterimakasih untuk itu. Sebagai negara berdaulat, kalau ada kurangan pangan bisa diambil dari daerah sebelah. Kurang bawang putih ambil dari Sembalun, kurang daging kerbau ambil dari Sumbawa untuk mengisi daerah yang kurang.”
Ke depan, harusnya, kata Johan, sesama daerah harus saling mengisi sehingga Indonesia tidak bergantung kepada impor Jadi, antar daerah harus saling mengisi. Mentan bisa meyakinkan Presiden dan Mendag agar menghentikan impor pangan.
Johan menyinggung bagaimana negara-negara produsen pangan seperti Thailand, Vietnam dan lain lain sudah menyatakan, mereka tidak akan ekspor pangan karena fokus memenuhi kebutuhan dalam negerinya. “Saatnya pemerintah mesti fokus untuk ketersediaan pangan supaya langkah penanggulangan penularan virus berjalan baik,” demikian H Johan Rosihan. (akhir)