Jokowi Keluarkan Perpres BPN, Slamet Sebut Sudah Terlambat

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Presiden Joko Widodo (Jokowi), Rabu (25/8) mengeluarkan Peraturan Presiden (Peerpres) No: 66/2021 tentang Badan Pangan Nasional (BPN). Perpres yang sebenarnya sudah lama ditunggu-tunggu masyarakat tani Indonesia ditandatangani Jokowi akhir Juli lalu.

Adanya Perpres itu, ungkap Ketua Kelompk Kerja (Pokja) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi IV DPR RI, drh Slamet mengakhiri polemik pembentukan BPN yang sudah diamanatkan Undang-undang No: 18/2012 tentang pangan yang mewajibkan pemerintah membentuk BPN paling lambat 3 tahun setelah Undang-undang pangan berlaku.

Menanggapi hal tersebut Slamet mengapresiasi Pemerintah. Menurut dia, ini adalah langkah positif sebab persoalan pangan selama ini masih terkendala khususnya terkait regulasi impor dan yang lainnya.

“Saya sebagai anggota komisi IV mengapresiasi terbitnya perpres ini sebagai bentuk kepatuhan pemerintah terhadap konstitusi, meskipun sebenarnya momentumnya agak terlambat karena BPN ini seharusnya terbentuk 6 atau 7 tahun yang lalu,” jelas Slamet kepada Beritalima.com di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (26/8).

Selain itu, wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Barat (Kabupaten dan Kota Sukabumi-red) memberikan beberapa catatan terkait Perpres BPN itu. Pertama, jika melihat fungsi BPN dalam Perpres No: 66/2021 pasal 3 ada sekitar 11 fungsi BPN dimana diantaranya terdapat fungsi koordinasi, perumusan dan penetapan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan;

Fungsi koordinasi pelaksanaan kebijakan ketersediaan, stabilisasi pasokan dan harga, kerawanan dan gizi, penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan. Dan, fungsi pelaksanaan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pangan.

“Dari 3 fungsi BPN tersebut menunjukkan bahwa lembaga ini diharapkan memiliki kewenangan yang sangat kuat dalam menyelesaikan tumpang tindih data dan kebijakan penyediaan pangan termasuk impor,” kata dia.

Menurut Slamet, sering terjadi statemen yang dikeluarkan Pemerintah bertolak belakang antara satu kementerian dengan kementerian yang lain. Seperti awal tahun ini Badan Urusan Logistik (Bulog) sempat mengalami silang pendapat dengan Kementerian Perdagangan terkait impor beras dimana Bulog mengatakan stok akhir tahun Cadangan Beras Pemerintah (CBP) masih sangat cukup.

Namun, disisi lain, Kementerian Peerdagangan malah sebaliknya, ingin membuka impor 1 juta ton beras. Bahkan Presiden Jokowi selalu mengatakan, 3 tahun Indonesia tidak mengimpor beras. Padahal dari data BPS, impor beras ada setiap tahun sehingga dengan adanya BPN mis informasi dan mis komunikasi seperti ini tidak terjadi lagi.

Kedua, Keberadaan BPN nantinya akan semakin mengokohkan arah besar pencapaian kedaulatan, ketersediaan dan kemandirian pangan karena menurut Slamet, Pemerintah saat ini seperti kehilangan arah perwujudan kedaulatan pangan yang sebenarnya sudah digaungkan Jokowi diawal-awal periode kepemimpinannya.

Slameet juga memberikan catatan, terbentuknya BPN adalah salah satu solusi utama yang mengendalikan kebijakan pangan nasional yang sudah dicita-citakan dalam UU Pangan dan bukan sekedar membentuk lembaga baru untuk kepentingan akomodasi politik semata. (akhir)

 

 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait