SURABAYA – beritalima.com, Edi Setiawan Bin Mislan, terdakwa sekaligus driver alat pengukur volume BBM yang telah di pasok ke Kapal milik PT Meratus Line, menjadi saksi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Edi menjadi saksi untuk terdakwa Nur Habib Thohir, Edial Nanang Setiawan, Anggoro Putro dan Erwinsyah Urbanus, dari PT Meratus Kine dan menjadi saksi untuk terdakwa David Ellis Sinaga, Dody Teguh Perkasa, Dwir Handoko Lelono, Mohammad Halik dan Sukardi Rusman dari PT Bahana Line.
Dalam persidangan, Edi membongkar praktek penjualan ‘Poket’ yang selama ini terjadi, yang membuat dirinya tajir.
‘Poket’ Itu sisa Bahan Bakar setiap satu kali trip pelayaran Kapal Meratus yang tidak dilaporkan, tapi malahan di jual oleh oknum Meratus Line kepada Bahana Line. Diketahui PT Meratus Line selama ini menerima pengisian BBM untuk Kapal-kapalnya dari PT Bahana Line.
“Misalnya dalam satu bulan kita menerima uang 1 Miliar hasil penjualan ‘Poket’, maka uangnya kita bagi rata, setelah dikurangi uang makan dan uang lain-lain, termasuk memberi orang kapal dan kontrol officer serta untuk terdakwa Erwinsyah Urbanus,” katanya kepada majelis hakim di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Jum’at (10/02/2023).
Ditanya Jaksa Kejari Tanjung Perak, Estik Dila berapa banyak prosentase pembagiannya,? Saksi Edi menjawab sisanya dibagi rata, kecuali untuk Erwin Urbanus.
Didesak Jaksa kenapa dengan Pak Erwin? Karena Pak Erwin kepalanya. Selisih yang didapat Pak Erwin lima puluh persen lebih banyak dibanding dengan jatah uang yang diterima pekerja lainnya.
“Saya juga memberi jatah ke Pak Anggoro (terdakwa Anggoro Putro) dan yang lainnya. Pemberian Itu kadang tunai, terkadang melalui transfer. Pembagian jatah tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2016. Tetapi untuk Erwin Urbanus baru tahun 2018. Sebab sebelumnya Erwin tidak tahu adanya bisnis ‘Poket’ tersebut,” jawab saksi Edi.
Menurut saksi Edi, terdakwa Erwin Urbanus yang adalah penentu PO (Purchasing Order) dari Meratus Line. Erwin terpaksa diberi jatah setelah mengetahui adanya bisnis ‘Poket’ dari kawan-kawan kerja yang lain termasuk dari Masinis dua dan Kepala Kamar Mesin (KKM) Kapal.
Dalam persidangan, saksi Edi membenarkan Isi BAP atasnama terdakwa David Ellis Sinaga dan terdakwa Dody Teguh Perkasa dari Bahana Line sebagai orang yang mengetahui dan memberikan Informasi terkait berapa banyak stok BBM yang akan dijual Bahana Line kepada Meratus Line.
Terdakwa Nur Habib Thohir, Anggoro Putro, Eko Islindayanto dan dirinya sendiri berperan menjadi orang yang memfasilitasi serta membiarkan penjualan ‘Poket’ Meratus Line ke Bahana Line.
Terkait pembelian ‘Poket’ yang dilakukan pihak staf operasional Bahana Line, yakni terdakwa David Ellis Sinaga dan Dody Teguh Perkasa, menurut saksi Edi, terjadi intens sejak 2016. Cara pembayarannya, tutur Edi dilakukan secara tunai dan melalui transfer.
“Yang tunai tidak banyak hanya antara Rp 50 juta sampai Rp 100 juta saja. Tapi kalau melalui transfer cukup banyak bisa Rp 500 jutaan. Saya bahkan pernah menerima transferan Rp 1.254 Miliar. Untuk eksekusi pengambilan uang tunai, biasanya saya lakukan sendiri di malam hari, depan kantor, saat semua karyawan Meratus Line sudah pulang semua,” ungkap terdakwa Edi.
Saksi Edi mengungkapkan kalau praktek penjualan ‘Poket’ kepada Bahana Line tersebut biasanya terjadi ditengah-tengah pengisian BBM. Dikatakan saksi Edi, kalau ‘Poket’ tersedia tapi Bahana Line tidak mau membeli, maka atas Kesepakatan bersama biasanya ‘Poket’ Itu langsung dibuang ke laput. Pembuangan itu terpaksa di lakukan supaya tidak ketahuan.
“Contohnya pada saat pandemi, Poket B30 harganya merosot tajam hanya Rp 5000. Saat Bahana tidak mau membeli,” ugkapnya.
Saksi Edi Setiawan menyebut dari hasil penjualan ‘Poket’ sejak 2016 sampai Januari 2022 dia bisa mendapatkan uang dengan kisaran Rp 400 sampai Rp 600 juta Perbulan.
“Setelah dibagi-bagi, per orang bisa dapat sekitar Rp 55 sampai Rp 90 jutaan. Yang sering mengejar-kejar saya untuk secepatnya menjual Poket adalah KKM. Sebab dia dapat jatah Rp 2000 perliter,” sebutnya.
Untuk uang hasil penjualan ‘Poket’ saksi Edi membuka rekening Bank atas nama istrinya sebagai rekening penampungan.
“Makannya saya pernah disekap oleh Meratus agar bertanggung jawab. “Poket-poket’ Itu 90 persen didapat dari kapal-kapal miliknya Meratus. Jenisnya MFO dan B-30. Harga pembelian ‘Poket-poket’ itu dikendalikan sama David Ellis dan Dody Perkasa” paparnya.
Dalam persidangan saksi Edi membenarkan catatan Jaksa yang menyatakan pada Mei 2017 pernah melakukan transfer Rp 20 juta ke terdakwa Anggoro Putro untuk pembelian celana dalam. Menyumbang Pembangunan Mushola Rp 150 juta. Menyumbang Masjid di 10 tempat dengan nilai transfer Rp 600 juta. Menyumbang Ponpes Rp 125 juta.
“Benar. Uang celana dalam Itu hanya untuk mengakali bukti transfernya saja. Awalnya memang uang-uang ‘Poket’ itu hanya saya pakai untuk senang-senang saja, tiap hari ke Karaoke, ke SPA dan saya pakai untuk membeli mobil. Tapi lama-kelamaan saya bosan dan ingat akhirat. Kalau mau jujur, terdakwa dalam perkara Ini kurang banyak,” papar saksi Edi yang disambut tawa pengunjung sidang.
Sementara saksi, terdakwa Eko Islindayanto yang lebih senior bekerja di Meratus Line dibanding terdakwa Edi Setiawan, mengaku kalau dirinya di akhir Januari 2022, kecipratan uang penjualan ‘Poket’ sebesar Rp 30 juta perbulan.
Menurut saksi Eko, uang ‘Poket’ yang diterima setiap bulan tersebut naik secara bertahap setiap bulannya.
“Awalnya saya hanya diberi Rp 5 juta, terus naik jadi Rp 9 juta, naik lagi jadi 10 juta, akhirnya naik menjadi Rp 30 juta. Cara bayarnya, terdakwa Edi datang kerumah, tidak pernah melalui transfer. Pembagian uang ‘Poket’ juga diberikan ke Bungker Officer dan orang-orang kapal lainnya seperti KKM dan Masinis 2, mereka hanya taunya beres saja,” katanya.
Dalam persidangan, saksi Eko memastikan bahwa terdakwa Edi Setiawan adalah orang pertama yang mempunyai ide penjualan ‘Poket-poket’ tersebut
“Yang punya ide menjual ‘Poket’ adalah Pak Edi. Yang mengajari Pak Edi. Saya hanya tau beres saja, kerena keuntungannya besar,” tandasnya.
Sama dengan keterangan Edi Setiawan sebelumnya, saksi Eko Islindayanto juga menyatakan kalau uang-uang yang didapat dari bisnis ‘Poket’ yang merugikan Meratus Line tersebut, dipakai untuk bersenang-senang.
“Sisanya saya simpan, untuk beli tanah serta rumah, juga termasuk beli mobil,” pungkas saksi Eko.
Sebelumnya, terdakwa Edi Setyawan Bin Mislan dan terdakwa Eko Islindayanto diancam Jaksa Kejari Tanjung Perak dalam Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP karena menjual ‘Poket’ sehingga PT Meratus Line mengalami kerugian materiil kurang lebih sebesar Rp. 501 Miliar lebih. (Han)