JAKARTA, Beritalima.com– Wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Lampung, Junaidi Auly meminta kepada Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menetapkan angka pertumbuhan ekonomi 2021 secara terukur dan realistis.
Menurut politisi senior di Komisi XI DPR RI yang membidangi Keuangan, Perbankan dan Pembangunan tersebut, target pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen yang diucapkan Presiden Jokowi di depan Sidang Umum Tahunan MPR RI pertengahan bulan lalu perlu dikaji lebih dalam lagi.
Bahkan menanggapi paparan Menkeu, Gubernur BI, Kepala Bappenas, Ketua DK OJK dan Kepala BPS di Ruang KK 1 DPR, Rabu lalu, Junaidi mengatakan, pada masa normal saja, Pemerintahan Jokowi tak mampu merealisasikan pertumbuhan ekonomi, apalagi sekarang masih dalam masa pandemi yang secara realita ekonomi global dan domestik masih belum pulih. ,” ujar Junaidi.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI tersebut minta pemerintah fokus saja pada pencapaian pertumbuhan ekonomi 2021 agar sejalan dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Kualitas pertumbuhan ekonomi tidak kunjung membaik karena target sebelumnya gagal dicapai sehingga dikhawatirkan Indonesia akan masuk di middle income countries. Karena itu, Pemerintah juga perlu bekerja keras di tengah bayang-bayang risiko pandemi Covid-19 di 2021 dalam menentukan target pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pencapaian target dan peningkatan kualitas ekonomi 2021 dengan kualitas yang semakin baik harus terus didorong karena kontraksi ekonomi tahun ini menyebabkan indikator-indikator sosial memburuk.
Tercatat pada triwulan II/2020 angka kemiskinan naik menjadi 26,42 juta orang atau naik 1,63 juta orang dalam enam bulan, jumlah pengangguran diprediksi melonjak menjadi 8,1-9,2 persen atau terjadi tambahan angka pengangguran sekitar 5,23 juta selama 2020.
Karena itu, Junaidi mendesak Pemerintah untuk terus meningkatkan daya beli masyarakat dengan membuka lapangan kerja yang mesti dipercepat dengan peningkatan investasi dan menjaga stabilitas harga pangan yang menjadi komponen terbesar dari alokasi belanja masyarakat.
“Semasa pandemi ini daya beli masyarakat menurun signifikan karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membuat aktivitas ekonomi menurun, bahkan menurut data Bappenas, daya beli masyarakat yang hilang mencapai Rp 362 triliun semasa pandemi ini. Namun, pada sisi lain untuk menangani krisis kesehatan, PSBB menjadi kebutuhan,” demikian Junaidi Auly. (akhir)