JAKARTA, Beritalima.com– Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menuai penolakan sejumlah tokoh nasional, organisasi masyarakat (ormas) dan elemen masyarakat. Sikap penolakan ini terjadi salah satunya karena tidak dimasukkannya TAP MPRS XXV/1996 yang berisi tentang pelarangan Partai Komunis Indonesia dan penyebaran ideologi komunisme, marxisme dan leninisme.
Anggota MPR RI Dapil II Provinsi Lampung, Junaidi Auly mengatakan, tidak dimasukkannya TAP MPRS XXV/1996 dikhawatirkan menjadi agenda menghidupkan kembali ajaran komunisme di Indonesia. “Kita semua tidak ingin hal itu terjadi kembali dengan adanya RUU HIP ini,” ujar Junaidi dalam Agenda Sosialisasi Empat Pilar Berbangsa Bernegara di Raman Utara, Lampung Timur. Sabtu, (27/6)
.Junaidi melanjutkan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR dengan tegas dan konsisten menolak RUU HIP untuk dilanjutkan pembahasannya jika tidak ada perubahan fundamental terkait TAP MPRS XXV/1996. Hal ini sesuai dengan aspirasi dari publik yang juga mengawal dan mengkritisi RUU HIP ini.
Perlu diketahui, RUU HIP menuai polemik publik karena dalam salah satu pasalnya memuat tentang Trisila dan Ekasila yang tertuang dalam pasal 7 dan memuat 3 ayat. Dalam pasal tersebut dituliskan, pertama: ciri pokok pancasila adalah Keadilan dan Kesejahteraan Sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip dari Ketuhanan, Kemanusiaan, Kesatuan, Kerakyatan/Demokrasi Politik dan Ekonomi dalam satu kesatuan.
Kedua: ciri pokok pancasila berupa trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokarasi serta ketuhanan yang berkebudayaan. Ketiga, trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong.
Anggota Komisi XI DPR RI tersebut Aleg PKS menegaskan, konsep pancasila dalam RUU ini yang menjadi trisila dan ekasila merupakan sebuah bentuk pengkhianatan terhadap bangsa dan negara, karenanya disarankan RUU ini tidak perlu untuk dilanjutkan lagi pembahasannya,” demikian Junaidi Auly. (akhir)