Catatan: Yousri Nur Raja Agam MH
SETELAH dilantik menjadi presiden, Joko Widodo alias Jokowi, dengan sigap menyusun kabinetnya. Penyusunan kabinet ini, benar-benar mencerminkan hak prerogatif Presiden Jokowi. Hampir tidak terlihat sama sekali peran Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin dalam penyusunan kabinet yang diberi nama “Kabinet Indonesia Maju”.
Mulai dari pemanggilan calon menteri ke istana negara, sampai pelantikan para menteri yang tergabung dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM) itu, Wapres Ma’ruf Amin tidak ada. Sebab, usai dilantik, Wapres Ma’ruf Amin langsung ditugaskan ke luarnegeri menghadiri penobatan Kaisar Naruhito di Jepang.
Susunan KIM ini, memang menarik dan unik. Sebuah kejutan adalah, masuknya Prabowo Subianto yang merupakan “pesaing” Jokowi saat Pilpres (Pemilihan Presiden) 17 April 2019, menjadi menteri. Tidak tanggung-tanggung jabatan yang dipercayakan kepada Prabowo Subianto adalah Menteri Pertahanan.
Prabowo tidak sendiri masuk dalam jajaran “rezim” Jokowi-Ma’ruf Amin ini. Dari Partai Gerindra yang selama ini berada pada kubu “oposisi”, ia berdua dengan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo – yang duduk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Jokowi mengakui, ada kelemahan pada Kabinet Indonesia Kerja (KIK) sebelumnya. Maka pada KIM inilah, dilakukan pembenahan dan perbaikan. Salah satu yang paling nyata adalah menetapkan “kerjasama”, termasuk bekerjasama dengan “lawan politiknya” menjelang dan saat Pilpres, yakni dengan Prabowo.
Menanggapi masalah oposisi, Presiden Jokowi mengatakan Indonesia tidak mengenal oposisi. Demokrasi di Indonesia adalah demokrasi gotong-royong dan kerjasama.
Menurut Jokowi, kerjasama kita adalah kerja tim, bukan kerja menteri per menteri, bukan kerja sektoral. Tetapi, membangun negara besar. Jadi, tidak mungkin menteri kerja sendiri-sendiri. Kerja tim yang dikoordinasi oleh para menko (menteri kordinator). Dengan tegas pula Jokowi menyatakan, tidak ada visi dan misi menteri, yang ada, adalah visi dan misi presiden-wakil presiden. Pada kabinet yang lalu ada dua orang menteri yang tak memahami larangannya tersebut.
Kendati mantan Capres Prabowo Subianto “ikut” dalam kabinet masabakti 2019-2024 ini, ternyata secara terang-terangan, Jokowi tidak memberi posisi dalam KIM ini terhadap tiga partai politik (Parpol) pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam pemilihan presiden 2019 lalu. Tidak satupun menteri yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat (PD).
Akibat dari kenyataan itu, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, “malu-malu” menyatakan beroposisi. Partainya tetap akan mendukung pemerintahan Jokowi sebagai mitra yang kritis. Partai Demokrat, melalui Sekjen PD Hinca Panjaitan mengatakan, PD memiliki niat dan tujuan yang baik, serta tetap ingin berperan dan berkontribusi terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Sikap PAN dan PD ini disebut tidak jelas, alias “abu-abu” oleh pengamat.
Yang secara tegas akan bersikap opisisi di parlemen dan di luar kabinet adalah PKS. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyatakan PKS akan menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif. PKS mengakui. Sebagai oposisi mereka tidak cukup untuk mengimbangi koalisi pemerintah. Maka untuk itu, PKS akan menggandeng Ormas sebagai penyeimbang. Contoh Ormas atau elemen masyarakat yang bakal digandengan antara lain Presidium Alumni (PA) 212, Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.
Suatu keunikan dan keganjilan juga terjadi. Ada parpol yang terang-terangan mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin, ternyata “dikesampingkan”. Tidak ada anggota partainya duduk sebagai menteri atau jabatan setingkat menteri.
Parpol itu adalah: PBB (Partai Bulan Bintang), PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia), Partai Hanura (Partai Hati Nurani Rakyat), Partai Perindo (Persatuan Indonesia) dan PSI (Partai Solidaritas Indonesia).
Ada juga yang “merasa” tidak diikutsertakan dalam KIM ini, yakni ormas Islam NU (Nahdlatul Ulama).
Menurut KH Salahuddin Wahid, dari Ponpes Tebuireng Jombang, memang ada yang kelihatan kecewa. Jabatan Menteri Agama yang biasanya menjadi “jatah NU”, lepas ke pihak lain. Walaupun begitu, adik kandung Gus Dur ini menghormati Jokowi mengangkat Jenderal (Purn) Fachrul Rozi menjadi Menteri Agama (Menag).
Memang dalam susunan KIM ini, dari 38 menteri dan pejabat setingkat menteri, terlihat posisi profesional lebih banyak daripada yang berasal dari Parpol. Perwakilan Parpol ada 17 orang, sedangkan 21 orang lainnya dari profesional.
Nah, itulah kabinet pemerintahan Jokowi “jilid II” sekarang ini, menyatu dengan “lawan politiknya” Prabowo Subianto, menjadi kabinet gotong-royong. Tidak salah pula, kalau KIM ini merupakan jelmaan dari Kabinet Jokowi-Prabowo. Untuk itu, kita ucapkan selamat bekerja Kabinet Indonesia Maju bersama Jokowi-Prabowo alias KIM-Jowo.