BANYUWANGI, beritalima.com – Kepala Desa (Kades) di Banyuwangi, keluarkan kebijakan yang melawan putusan pejabat diatasnya. Yakni Gubernur Jawa Timur.
Kasus yang menabrak aturan konstitusi tersebut dilakukan oleh Kades Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Vivin Agustin. Dengan dalih mengatasnamakan masyarakat, dia mengeluarkan surat yang melampaui kewenangannya. Yaitu Surat Rekomendasi Pencabutan Izin Tambang Emas PT Bumi Suksesindo (PT BSI).
Padahal, sesuai Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, terkait perizinan tambang, sudah jelas menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi. Akibat perbuatan tersebut, Kades Vivin pun akhirnya dipanggil oleh Asisten Pemerintahan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi.
Kabag Pemerintahan Pemkab Banyuwangi, Abdul Aziz Hamidi, menegaskan bahwa perbuatan Kades Sumberagung menyalahi aturan serta melampaui kewenangan. Tak pelak, sanksi pembinaan pun dijatuhkan mengingat kebijakan Kades Vivin bisa memicu konflik dikalangan masyarakat bawah.
“Kami mengingatkan agar hal tersebut tidak terjadi lagi,” katanya, Selasa (26/11/2019).
Sementara itu, Kades Sumberagung, Vivin Agustin, mengakui apa yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan. Tapi dia berdalih, tindakan menandatangani Surat Rekomendasi Pencabutan Izin Tambang Emas PT BSI, tersebut atas desakan masyarakat.
Dimana puluhan warga telah menduduki kantor desa setempat, Senin kemarin (25/11/2019). Dan massa mengancam akan melakukan demo jika dia tidak bersedia teken surat rekomendasi.
“Tekanan masyarakat, harapan masyarakat. Jadi saya milih masyarakat saya kondusif, damai, saya ambil langkah seperti itu,” katanya.
Padahal, dari sejumlah kabar dan video yang beredar, yang paling vokal mendesak Kades Vivin bukan dari masyarakat setempat. Melainkan tokoh-tokoh tolak tambang dari luar Desa Sumberagung. Seperti AR, dari Desa Ringintelu, Kecamatan Bangorejo dan DY dari Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran.
Sesuai mekanisme, untuk membuat kebijakan dengan atas nama kades, seharusnya Vivin melibatkan jajaran BPD. Bukan hanya atas dasar permintaan masyarakat yang kurang dari seperlima dari total jumlah penduduk Desa Sumberagung.
Dengan kata lain, selaku pemimpin, Kades Vivin semestinya bisa bertindak bijaksana dengan tidak mengesampingkan kelompok masyarakat lain yang pro tambang. Apalagi kalau dari segi kuantitas, massa ini jumlahnya jauh lebih banyak.
Tapi dalam kasus ini, entah kenapa Kades Vivin justru lebih condong pada sejumlah tokoh tolak tambang dari luar desa. Dibanding masyarakatnya sendiri. Kenapa ya?. (tim)