SURABAYA – beritalima.com, Liliana Herawati menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa dalam perkara dugaan memasukan keterangan tidak benar kedalam Akta Otentik yang melilitnya.
Liliana Herawati sempat dengan mata sembab saat menjawab sejumlah pertanyaan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum maupun tim penasehat hukumnya dalam persidangan.
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Kaicho Liliana Herawati menyebut kasus yang menjerat dirinya bermula dari adanya polemik seputar akumulasi Dana Arisan yang terkumpul.
“Arisan periode pertama tahun 2007, ketua arisannya Rudi Hartono dan tidak ada masalah, rekening arisan atas nama Bambang Haryo dan Usman Wibisono. Arisan periode kedua ketuanya tetap Rudi Hartono, tidak ada masalah dan ada saldo. Arisan periode ketiga rekeningnya atas nama Rudi Hartono, Erick Sastrodikoro dan Sunur. Arisan periode keempat mulai memakai rekening atas nama Perkumpulan dan yang ditandatangani Tjandra Srijaya,” katanya di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Surabaya. Kamis (13/7/2023).
Menyikapi polemik dana arisan tersebut Liliana selaku pimpinan pernah menandatangani surat penagihan uang arisan kepada Tjandra Srijaya dkk agar segera mengembalikan uang arisan dari rekening Perkumpulan ke rekening Yayasan. Nominalnya sekitar Rp 11 miliar lebih.
“Angka 11 miliar lebih itu saya ketahui melalui 15 kali slip penarikan. Setahu saya yang ditarik hanya uang arisan yang di rekening BCA, yang tanda tangan penarikan adalah Tjandra Srijaya. Terkait Perkumpulan punya rekening lain selain BCA, baru saya ketahui setelah ada beberapa kali penarikan. Contoh. ada penarikan uang arisan dari rekening BCA disetorkan ke rekening Bank Artha Graha. Uang arisan dipindahkan dari BCA ke Mayapada dan Bank Artha Graha,” lanjutnya.
Dalam sidang pemeriksaan terdakwa, Kaicho Liliana juga menceritakan perbedaan antara Perguruan dengan Yayasan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai. Menurut Liliana Yayasan berfungsi untuk menopang Perguruan dalam hal pendanaan dan pembiayaan. Makanya semua kegiatan Perguruan dananya diambilkan dari Yayasan.
“Perguruan berdiri sejak 1967, untuk biaya operasionalnya murni dari Perguruan itu sendiri. Untuk kegiatan rapat dan kejuaraan pendanaanya berasal dari gotong royong warga Perguruan. Sedangkan Yayasan berdiri tahun 2012, dan tahun 2013 didaftarkan ke Kemenkumham. Yayasan dibentuk agar Perguruan mempunyai wadah untuk pembiayaan. Yayasan mulai aktif berjalan diawal tahun 2022 setelah Perkumpulan ada masalah,” kisahnya.
Berkaitan dengan Notulen Rapat tanggal 7 Nopember 2019 di gedung Srijaya. Liliana mengaku sewaktu dirinya tanda tangan Notulen Rapat, Dirinya tidak mendapati tulisan apapun di lembar belakang notulen tersebut.
“Terkait catatan tambahan dibelakang Notulen Rapat yang berisikan tulisan ‘Akan dipertimbangkan dan diputuskan dalam waktu 1 sampai 2 hari’ belum ada, namun wacana soal itu hanya dibahas secara lisan,” aku Liliana.
Setelah rapat tanggal 7 Nopember 2019 mengalami dead lock. Liliana mengaku melakukan percakapan melalui WhatsApp dengan Erick Sastrodikoro yang intinya dia minta waktu pada Erick untuk berpikir kembali selama beberapa hari untuk menyetujui atau menolak usulan dari Tjandra Srijaya supaya meniadakan nama pembinaan mental karate dari Perkumpulan, termasuk pernyataan kesediannya keluar dari Perkumpulan.
Masih berkaitan dengan rapat 7 Nopember 2019, Liliana mengatakan kalau rapat tersebut adalah inisiatif dari dirinya setelah ada kisruh di media sosial antara warga perguruan Usman Wibisono dengan Yunita Wijaya.
“Faktanya, Tjandra Srijaya yang saya anggap bisa memberikan nasehat, tidak membahas kekisruhan yang terjadi, tetapi malah langsung menyatakan berhenti sebagai ketua DPP, kemudian mengusulkan supaya nama Perkumpulan dirubah dengan meniadakan nama pembinaan mental karate, lantas mengusulkan saya keluar dari Perkumpulan,” ujarnya.
Ditambahkan oleh Liliana yang hadir dari Perkumpulan dalam rapat tanggal 7 Nopember hanya Tjandra Srijaya dan Erick Sastrodikoro saja. Sementara dari pihak Perguruan ada Alek Iswantoro, Adi Prayitno, Rudi Hartono, Surya Kencana, Rudi Mulyo dan Vincent Handoko.
Terkait Akta Nomer 13 tahun 2015 tentang Pendirian Perkumpulan, Liliana mengaku baru mendapatkan salinan Aktanya di tahun 2022.
“Selama ini akta tersebut tidak pernah diserahkan kepada saya sebagai pendiri Perkumpulan. Bahkan saya melalui Majelis Permusyawaratan Daerah (MPD) sempat meminta agar notaris yang membuat Akta No 13 tersebut menyerahkan pada saya, karena saat saya minta hal itu kepada notaris yang membuat akta tersebut, dia tidak berani memberikan.
Setelah Liliana menerima Akta Nomor 13 dan membacanya, Liliana kaget sebab yang menjabat sebagai ketua sekaligus Pengawas Perkumpulan adalah Tjandra Srijaya, wakilnya Bambang Irwanto, Sekjennya Erick Sastrodikoro dan bendahara Perkumpulan adalah Yunita Wijaya.
“Padahal Perkumpulan itu saya dirikan dengan tujuan sebagai wadah komunikasi untuk warga Perguruan. Sejak tahun 2017 kita memakai rekening atas nama Perkumpulan sebagai rekening penampungan uang arisan Perguruan yang dikelolah sejak tahun 2007. Arisan itu ide dari warga senior Perguruan karena selama ini mereka mengetahui tidak ada dana dalam Perguruan, sehingga mereka berinisiatif untuk membuat arisan. Anggota arisan tidaklah murni warga Perguruan saja, simpatisan dan yang lainnya boleh ikut arisan. Ketua arisan adalah Rudi Hartono,” lanjutnya.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Ojo Sumarna, Liliana juga mengklarifikasi bahwa dirinya tidak pernah menggunakan Akta Pernyataan Nomer 8 tahun 2022 buatan Notaris Andi Prajitno ke Bareskrim Polri.
“Pernyataan yang saya ucapkan di depan hakim yang menyidangkan perkara ini adalah yang benar dan saya berani bersumpah. Hanya point 1 dalam pernyataan itu yang sudah dilakukan, bahwa Tjandra Srijaya berhenti sebagai ketua DPP. Point 2 meniadakan nama pembinaan mental karate dari Perkumpulan dan point 3 saya mengundurkan diri kalau point 2 sudah dilaksanakan,” paparnya.
Ditandaskan Liliana, berdasarkan anggaran dasar dari Akta Nomor 13 tentang Pendirian Perkumpulan dinyatakan setiap anggota yang keluar atau mengundurkan diri dari Perkumpulan harus mengajukan surat pada badan pengurus.
“Saya tidak pernah membuat surat pengunduran diri dari Perkumpulan seperti yang tercatat dalam Akta Nomer 16 tahun 2020 tentang Pernyataan Keputusan Rapat,” tandasnya.
“Selama nama pembinaan mental karate masih melekat dan belum dirubah, saya berjanji tidak akan pernah keluar dari Perkumpulan. Sebagai pimpinan pusat Perguruan saya bersikukuh tidak akan pernah mundur dari Perkumpulan demi menjalankan amanat dari mendiang Hanshi Nardi Nirwanto yang dalam wasiatnya berpesan harus melestarikan perguruan,” sambungnya dengan bibir bergetar.
Terkait Akta Nomer 8 tahun 2022, Liliana mengungkapkan, baru menerima salinan Akta tersebut pada tanggal 18 Juni 2022 sore hari melalui seorang kurir. Sedangkan untuk Akta No 16 tahun 2020 tentang pernyataan keputusan rapat yang berisi pengunduran diri Liliana. Dilihat pertama kali oleh Liliana di tahun 2022 di Batu-Malang.
“Terus terang saya kaget karena Akta nomer 16 itu tidak pernah sedikitpun saya dengar dari pendiri maupun pengurus Perkumpulan. Saya kaget pak jaksa karena disitu berisi menyetujui pengunduran diri saya. Kenapa akta itu dibuat tahun 2020 tetapi baru saya terima tahun 2022. Itupun bukan melalui pendiri atau pengurus Perkumpulan atau dari notaris pembuat Aktanya, tetapi saya terima melalui MPD,” ungkapnya.
Pasca melihat isi Akta Nomer 16 tahun 2020, Liliana langsung mengadakan rapat internal melalui Zoom Meting yang melibatkan seluruh pengurus Perkumpulan.
“Tjandra Srijaya tidak ikut dilibatkan karena dia bukan pengurus Perguruan. Hasil Zoom Meting semua pihak termasuk tim legal Usman Wibisono memberikan masukan untuk membuat akta tandingan guna mengkonter Akta Nomer 16. Isinya bahwa saya tidak pernah mengundurkan diri dari Perkumpulan,” pungkas Liliana Herawati. (Han)