Oleh :
Rudi S Kamri
Sebetulnya apa fungsi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama ini ? Karena para komisioner dan pegawai KPAI digaji dengan menggunakan uang rakyat, sebagai rakyat saya berhak tahu apa kerjaan mereka dan hasil kerja mereka selama ini.
Pada beberapa kali kegiatan demonstrasi besar-besaran dengan menggunakan kode nomor togel terlihat beberapa orang tua mengajak anak-anak kecil, apa yang dilakukan oleh KPAI ? Pada saat ada pawai anak-anak kecil dengan teriak-teriak: bunuh Ahok, bunuh Ahok, kemana suara KPAI. Pada saat ada pawai anak di Probolinggo anak-anak dipersenjatai dengan senjata mainan dengan narasi berbau khilafah, komisioner KPAI ngumpet dimana ?
Pun pula saat kita melihat anak-anak sedang main bulutangkis dengan raket dari sandal jepit dan mereka berlaga di sela-sela pohon pisang, karena orang tua mereka tidak sanggup membelikan raket asli dan negara tidak sanggup menyediakan lapangan bulutangkis yang memadai, kemana suara KPAI ?
Jujur saya muak melihat melihat komisioner KPAI sok peduli anak dengan melarang audisi bulutangkis PT Djarum karena dianggap melakukan eksploitasi anak. Saya eneg melihat komisioner KPAI hanya bersandar pada UU atau aturan tanpa melihat realita kebutuhan. Komisioner KPAI sadar tidak bahwa beberapa aturan bisa dikesampingkan (diskresi) untuk suatu tujuan yang lebih besar bagi bangsa dan negara ini. Lalu solusi kalian apa, cuk ?
Bagaimana KPAI memberikan jalan keluar bagi pembibitan atlet sejak dini untuk cabang bulutangkis Indonesia ? Komisioner KPAI tahu tidak bahwa prestasi olahraga bulutangkis Indonesia semakin hari semakin merosot. KPAI paham tidak, bahwa untuk melahirkan, Rudi Hartono, Liem Swie King, Susi Susanti atau Alan Budikusuma perlu waktu pembibitan dan pembinaan sejak dini dan sudah pasti memerlukan dana yang besar yang tidak bisa dipenuhi oleh negara. Lalu apa salahnya PT Djarum melakukan kegiatan pembibitan atlet bulutangkis untuk negeri ini ?
Mungkin KPAI tidak tahu, bahwa saat ini usaha PT Djarum sudah tidak lagi mengandalkan industri rokok semata. Konglomerasi Djarum sudah merambah ke bisnis perbankan (mayoritas share holder BCA), properti, perkebunan dan usaha-usaha yang lain. Artinya belum tentu uang yang yang digunakan dalam pembibitan atlet bulutangkis tersebut berasal dari usaha rokok.
Katakanlah uang tersebut berasal dari rokok, so what ? Sampai usia saya matang melintang sampai detik ini, saya belum pernah melihat atlet bulutangkis yang merokok seperti (mungkin) komisioner atau suami komisioner KPAI.
Saya berharap PT Djarum tidak juga menutup pabrik rokoknya. Karena akan berdampak pada ribuan pegawai dan mematikan para petani tembakau kita. Sudah pasti penerimaan negara dari cukai rokok akan menurun drastis. Pada saat penerimaan negara turun, maukah para komisioner KPAI rela tidak dibayar negara ?
Entah mengapa, akhir-akhir ini saya melihat para komisioner lembaga negara yang terbentuk pasca reformasi sering bertingkah laku lajak (over acting). Entah komisioner KPAI, KPK, Komnas HAM dan beberapa lembaga negara lainnya. Mereka sering cari sensasi mengerjakan tugas yang mudah asal njeplak, padahal tugas utama mereka di depan mata diabaikan. Mereka hanya cari panggung untuk eksistensi diri.
Kita tunggu saja, sanggupkah KPAI memberikan solusi bagi pembibitan dan pembinaan atlet bulutangkis Indonesia. Atau maukah mereka tidak digaji setahun, agar dananya bisa dipakai untuk audisi atlet muda bulutangkis. Ah saya yakin mereka akan menolak usul saya yang brilian bin norak ini.
Mari kawan-kawan kita tandatangani petisi agar PT Djarum tetap mau berkiprah dalam pembinaan atlet Indonesia. Mari juga kita tandatangani ajakan agar komisioner KPAI disetting “silent mode” agar mereka tidak waton mangap (asal bunyi) dan tidak merusak perkembangan olahraga nasional. Setuju ?
Salam SATU Indonesia,
09092019