JAKARTA, beritalima.com – Dukungan pejabat Negara dan Kepala Daerah kepada petahana serta potensi pelanggaran pemilu, setelah KPU menetapkan pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden secara resmi, muncul beragam respon dukungan terhadap Capres dan Cawapres. Tanpa terkecuali, para pejabat negara dan kepala daerah berbondong-bondong menyatakan sikapnya mendukung Capres Petahana, Joko Widodo.
“Melihat isu krusial bagi masyarakat Sipil dan Bawaslu dan netralitas pejabat negara. Tapi yang kami khawatirkan adalah turunan – turunan dukungan yang diberikan dari kepala daerah,” tandas Veri Junaidi, Rabu (26/9/2018) Direktur Peneliti Kode Inisiatif kepada awak media, Warung Upnormal Coffee Roaster di Jakarta.
Lebih lanjut ditegaskan Veri, aturan main dan pengawasan sudah jelas, pejabat negara dan kepala daerah harus patuh dan tunduk terhadap aturan main dalam pelaksanaan kampanye. Bahkan tidak boleh ikut berkampanye dan menggunakan fasilitas dalam jabatannya. Lanjutnya, meskipun kinerja Bawaslu menemukan praktek kecurangan, yang pada gilirannya beberapa tindakan dan kebijakan selalu menjadi sorotan seperti petahana mengganti pejabat, keterlibatan ASN dalam pemenangan, intimidasi dan keterlibatan aparat desa, penggunaan fasilitas negara, mobil dinas dan kecurangan lainnya.
Lebih jauh berdasarkan pengalaman Sudirman Said saat bertarung melawan Ganjar Pranowo yang sekarang ini baru saja dilantik menjabat Gubermur Jawa Tengah, Sudirman Said menemukan empat hal, yaitu adanya DPT bermasalah, permainan tidak seimbang, tekanan aparat untuk menjatuhkan lawan politik, dan keempat hantaman lembaga – lembaga survei hingga mengalami intimidasi.
“Pelaksanaan penegakan hukum sangat minim, namun catatan yang paling penting adalah adanya pengkondisian dari Camat untuk memilih salah satu pasangan calon. Oleh karena itu, saya mengharapkan harus ada peran – peran luhur yang harus disadari untuk rakyat,” terangnya.
Hal lain ditambahkan Rahmad Bagja, Komisioner Bawaslu RI, ASN tidak boleh dilibatkan, karena akan sangat penting terhadap peran Kepala Daerah untuk melakukan kebijakan dan jangan sampai menguntungkan salah satu pasangan calon, yang dimainkan si daerah – daerah.
Namun yang menjadi persoalan sekarang ini adalah ketika Presiden Joko Widodo menggunakan Pesawat Kepresidenan, pada masa kampanye selama 7 bulan ini. Bawaslu harus berani menegur Petahanan Joko Widodo berkampanye menggunakan Pesawat Kepresidenan. “Tidak ada ubahnya saat Pilkada Serentak 2018, kami menegur dan membatalkan Calon Bupati. Begitu juga ketika Capres Petahanan Joko Widodo saat kampanye menggunakan fasilitas Negara, kami tetap berani menegur dan membatalkannya sebagai Calon Presiden. Tapi kami nantinya jangan dibully nantinya,” imbuhnya. dedy mulyadi