Surakarta, beritalima.com| – Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) Aisyiyah bersama Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Pusat Aisyiyah lewat program INKLUSI gelar kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) di Loji Gandrung, Surakarta (Jawa Tengah). Momentum ini bertepatan dengan peringatan Hari Difabel dan Hari Ibu, mengusung tema “Dari Rumah ke Ruang Publik Membangun Budaya Tanpa Kekerasan dan Rasa Aman Bagi Semua.”
Acara diikuti organisasi masyarakat sipil, komunitas difabel, dan warga umum. Wakil Wali Kota Surakarta Astrid Widayani menyampaikan, perlunya kesadaran kolektif, terkait kekerasan bisa terjadi di mana saja, sehingga pencegahan tidak cukup dengan hukum, melainkan perubahan perilaku.
Astrid mengajak peserta menuliskan harapan di “pohon harapan”, mulai dari dukungan penuh bagi difabel hingga ajakan sosialisasi ke tingkat RT. Selama tiga jam, peserta memasang pita putih sebagai simbol anti kekerasan, membaca puisi, monolog, hingga menerima bibit tanaman sebagai tanda keberlanjutan.
Namun, sangat disayangkan, panggung acara belum ramah difabel karena tidak menyediakan ramp (sarana pendukung). Sebagai difabel netra, saya melihat ini sebagai ironi. Karena kampanye inklusi masih terhambat oleh akses fisik.
Sejauh mana kebijakan kota benar-benar siap menjamin aksesibilitas? Setiap kegiatan publik wajib memenuhi standar aksesibilitas, dari panggung hingga informasi. Pemerintah dan masyarakat harus berkolaborasi, bukan sekadar simbolik.
Meski ada kekurangan, saya menilai semangat acara ini tetap menyala. Harapan yang ditempel di pohon menjadi pengingat bahwa budaya tanpa kekerasan dimulai dari keberanian bersuara. Dari rumah hingga ruang publik, suara difabel dan perempuan layak didengar.
Kampanye ini bukan sekadar peringatan, melainkan panggilan untuk membangun masa depan yang aman, inklusif, dan berkelanjutan.
Jurnalis: abdul hadi (difabel netra) dan abri








