KUPANG, beritalima.com – Wakil Gubernur NTT, Josef A. Nae Soi menegaskan, tempat-tempat pelayanan publik milik pemerintah harus mencantumkan maklumat layanan. Maklumat ini memiliki dasar dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
“Kantor-kantor pemerintah wajib hukumnya menempelkan dan mencantumkan maklumat layanan. Maklumat ini berisi persyaratan tertulis bagaimana kita harus melayani hak dan kewajiban dari orang yang dilayani, ” kata Wagub Joesf Nai Soi dalam sambutannya saat membuka Kegiatan Workshop Kajian Pelayanan Publik Tentang Tata Kelola Penyaluran Bantuan Sosial Beras Sejahtera (Rastra) di Hotel Neo Kupang, Kamis (13/9). Kegiatan tersebut digelar oleh Ombudsman RI Perwakilan NTT.
Menurut Josef Nae Soi, maklumat pelayanan mesti terus disosialisasikan kepada masyarakat. Baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota sampai pada tingkat desa karena ada Undang-Undangnya yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
“Saya sangat konsen dengan hal ini karena saya terlibat dalam penyusunan Undang-Undang ini. Dua hari dua malam, kami diskusi sampai rumuskan tentang maklumat ini di Bogor sehingga saya sangat mengetahui jiwa dari maklumat ini, ” jelas Josef Nae Soi.
Menurut Josef, maklumat layanan harus dirumuskan dalam bahasa yang terukur. Hal tersebut untuk hindari tafsir beragam.
“Saya layani anda. Anda datang jam sekian, saya layani bagaimana dan anda pulang. Tidak ada pembayaran tambahan di luar ketentuan. Bila perlu pembayaran secara cash dan tidak boleh lewat bank untuk menghindari godaan biaya tambahan. Pelayanan adalah cerminan jati diri kita terhadap orang lain, ” kata Josef Nae Soi.
Di akhir sambutannya, Josef Nae Soi berharap agar temuan dari Ombusdman dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan diri dan pelayanan pemerintahan.
“Harus ada pemahaman sama tentang pelayanan. Kalau kita punya integritas diri yang baik, biar orang taruh uang banyak, kita tidak akan ambil, “pungkas Josef Nae Soi.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi NTT, Darius Beda Daton mengungkapkan, sebagai lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman punya kewajiban untuk lakukan Kajian terhadap suatu Kebijakan Publik yang punya dampak sistemik. Ini menjadi bagian dari salah satu tugas kami dalam jalin koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah pusat dan daerah.
“Kajian ini kami lakukan satu kali satu tahun. Tujuannya untuk bahas ulang kebijakan pelayanan publik yang punya dampak besar bagi masyarakat. Tahun lalu kami mengkaji tentang Tata Niaga Sapi,” kata Darius.
Tahun ini, lanjut Darius, Ombudsman fokus pada tema Tata Kelola Penyaluran Bantuan Sosial Beras Sejahtera di NTT. Tema ini diangkat karena dari data Biro Ekonomi, ada 452.523 kepala keluarga penerima manfaat beras sejahrera di NTT.
“Tim kami melakukan kajian dari bulan Februari sampai dengan Agustus. Alasan kami lakukan kajian ini karena ada penyelewengan Rastra dan pungutan tambahan. Kami ambil sempel di lima kabupaten yakni Kota Kupang, Kabupaten Sikka, Belu, Sumba Timur dan TTU, “jelas Darius.
Ditambahkan Herwin Gunawan, Ketua Tim Kajian Tata Kelola Bansos Rastra Ombudsman RI Provinsi NTT menyatakan, dari hasil temuan, kendala utama adalah soal sosialisasi.
“Melihat prosentase, sebenarnya penyaluran sudah berjalan lancar. Hanya kasuistik yang kami temukan di beberapa kelurahan, ternyata masih asa syarat tambahan atau masyarakat mengeluarkan sesuatu di luar pedoman umum,” jelas Erwin.
Tampak hadir pada kegiatan tersebut Kepala Divre Bulog NTT, Kepala Dinas (Kadis Sosial NTT, Kadis Katahanan Pangan NTT, Kepala Bulog Kabupaten/Kota, akademisi, insan pers dan undangan lainnya. (*/Ang)