SURABAYA — Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor pusat PT Pabrik Kertas Indonesia (Pakerin) di Jalan Kertopaten No. 3, Surabaya. Selasa (29/4/2025).
Massa menuntut pembayaran penuh Tunjangan Hari Raya (THR) 2025, pelunasan seluruh hak normatif, serta pembukaan kembali operasional pabrik yang telah lama terhenti.
Aksi ini dipicu oleh ketidakpuasan buruh atas pembayaran THR yang baru direalisasikan sebesar 10 persen. Situasi semakin memanas setelah beredar surat terbuka yang mengatasnamakan ST. Dalam surat itu, ST mengklaim dirinya masih menjabat sebagai Direktur PT Pakerin dan mengumbar janji pembayaran hak buruh. Pernyataan tersebut kemudian ditepis pihak perusahaan sebagai informasi menyesatkan yang tidak memiliki dasar hukum.
“Berdasarkan akta perusahaan yang sah dan belum pernah dibatalkan pengadilan, ST tidak lagi memiliki posisi maupun kewenangan hukum di tubuh PT Pakerin. Saat ini, jabatan Direktur Utama secara legal dipegang oleh DK,” ujar HRD PT Pakerin, Abraham Mustamu dalam Pers Rilisnya. Jum’at (2/5).
Pihak manajemen menjelaskan bahwa dana untuk membayar gaji, THR, dan operasional sebenarnya telah disiapkan. Namun dana tersebut kini tertahan di BPR Prima Master Bank. Penahanan itu diduga kuat akibat surat keberatan dari ST dan adiknya, HS, yang dikirim sejak 2020. Surat tersebut menjadi alasan pihak bank menolak otorisasi baru perusahaan yang telah diatur dalam akta resmi.
“Yang memprihatinkan, HS adalah pemegang saham mayoritas BPR Prima Master Bank. Ini jelas konflik kepentingan. Bank bertindak tidak netral dan merugikan nasabahnya sendiri,” tegas manajemen.
Sempat tercapai kesepakatan bahwa perjuangan buruh akan difokuskan pada pembebasan dana perusahaan yang tertahan. Namun aksi kembali memanas setelah JT, putra ST, kembali menghembuskan janji pemenuhan hak buruh, meskipun ia juga tidak memiliki otoritas legal di perusahaan.
Situasi ini diperparah dengan aksi lanjutan yang meluas ke kediaman Direktur Utama, DK. Pihak perusahaan mengecam keras tindakan provokatif yang dinilai memperkeruh suasana dan memperlambat upaya penyelesaian.
“Penyelesaian kewajiban kepada karyawan harus berdasarkan hukum, bukan janji kosong dari pihak yang tidak berwenang,” tutup Abraham Mustamu dalam pernyataan resmi perusahaan.
PT Pakerin menyatakan akan mengambil langkah hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam penghambatan pencairan dana, serta mendesak BPR Prima Master Bank untuk bersikap profesional dan menghentikan segala bentuk intervensi yang tidak sah. (Han)







