Karya Balai Pustaka Dikembangkan Sebagai Industri Kreatif

  • Whatsapp
Karya Balai Pustaka yang dikembangkan sebagai industri kreatif

Jakarta, beritalima.com |– Penerbit Balai Pustaka yang usianya sudah satu abad lebih, kini diarahkan untuk menjadi industri kreatif dari karya literasi yang pernah diterbitkannya. Sebagai Badan usaha Milik Negera (BUMN), Balai Pustaka memiliki banyak sekali karya tulis.

“Karya-karya itu lalu dijadikan sinetron, film, game, dan lain-lain, maka masa depan Balai Pustaka justru semakin cerah. Karena kami diarahkan sebagai industri kreatif,” ujar Achmad Fachrodji, Direktur Utama Balai Pustaka, saat diskusi daring Perkumulan Penulis Satupena di Jakarta (1/8).

Jadi, Balai Pustaka sekarang tak lagi mencetak buku. Tapi diarahkan menjadi IP (intellectual property) licensing company dan bagian dari industri kreatif, sehingga masa depannya kian cerah.  Caranya?  Fachrodji menceritakan, pada intinya IP licensing adalah pekerjaan di mana seluruh kekayaan intelektual (intellectual property) yang dimiliki Balai Pustaka didata ulang, lalu dipilih judul-judul yang kira-kira bakal laku untuk di-monetized.

“Jadi kira-kira kapan semua itu bisa terjadi? Rencana jangka panjangnya sudah dibuat, tinggal disahkan. Mulai pertengahan 2024 kita sudah beberapa kali bertemu dengan para kreator. Jadi saya masuk menjadi salah satu pengurus Persatuan Produser Film Indonesia,” sambungnya.

“Ketuanya Deddy Mizwar. Saya Dewan Pengawasnya. Saya bersama Raam Punjabi dan Manoj Punjabi setiap saat ketemu. Mereka yang akan belanja IP Balai Pustaka. Berapa nilai setiap IP bergantung pada tingkat pengorbanan Balai Pustaka,” jelas Fachrodji.

Intinya, sampai kapan pun Balai Pustaka tidak akan tutup. “Hal ini karena sebagai entitas bisnis, dari presiden, menteri, sampai semua unsur lembaga dan pemerintahan akan sangat malu. Lembaga yang pernah mencerdaskan bangsa kok sampai ditutup,” tegasnya.

Fachrodji memaparkan, jumlah intellectual property Balai Pustaka itu ribuan. Bahkan ketika aktor sinema datang –Lukman Sardi, Garin Nugroho, Hanung Bramantyo—setiap memegang buku Balai Pustaka, mereka selalu bilang ini peluang besar untuk dibikin film.

“Yang mereka sebut itu bukan buku terkenal, seperti Sengsara Membawa Nikmat, atau Bawang Merah Bawang Putih. Tetapi seperti cerita rakyat yang berjudul Joko Linglung. Ini menarik sekali untuk dibikin film. Jadi judul-judul yang tidak pernah mendapat pemahaman dari publik itu sekarang kita ungkapkan semua. Ada ratusan cerita rakyat, ada seri tentang kepahlawanan,” paparnya.

“Kemarin Marcella Zalianty dan kami membuat MoU untuk bikin film Malahayati, laksamana perempuan pertama di dunia yang berasal dari Aceh. Bukunya ada di Balai Pustaka,” sebut Fachrodji. Ayo kita tunggu karya terbaik Balai Pustaka di layar lebar.

Jurnalis: Abri/Rendy

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait