MADIUN, beritalima.com- Informasi berkembang begitu pesat. Beredar begitu cepat. Sayangnya, informasi yang beredar belum tentu kebenarannya atau awam disebut hoax. Masyarakat sebagai pengakses harus selektif.
‘’Informasi melimpah ruah saat ini. Seakan tak terbendung. Jangan cepat-cepat menyimpulkan atas informasi yang didapat apalagi menyebarluaskannya,’’ kata Kasat Reskrim Polres Madiun Kota, AKP Logos Bintoro, Jumat 30 Maret 2018.
Salah-salah, lanjutnya, dapat berujung perkara. Seperti sejumlah kasus pelanggaran terkait Undang-Undang ITE yang marak terjadi di tanah air.
Logos menegaskan, bukan hanya membuat, oknum yang menyebarkan juga dapat terjerat. Apalagi, polisi tidak hanya menunggu laporan. Pihaknya juga melakukan pengawasan. Terdapat petugas khusus yang melakukan cyber patrol setiap harinya. Artinya, melakukan patroli di dunia maya.
Media yang diawasi beragam. Mulai media sosial hingga website dan situs berita. Petugas bakal langsung menelusuri konten bernada sara hingga yang menimbulkan kebencian dan perselisihan. Baik secara individu maupun kelompok.
‘’Prinsipnya kami terus melakukan pengawasan. Bukan hanya di internet tetapi juga media cetak dan elektronik,’’ ujarnya sembari menyebut itu sudah diatur dalam UU ITE 19/2016.
Di Kota Madiun, katanya, memang belum ditemukan adanya kasus ujaran kebencian sepanjang 2018 ini. Namun, tidak menutup kemungkinan hal tersebut tidak terjadi ke depan. Pihaknya berharap masyarakat teliti, hati-hati, dan waspada. Terutama saat berujar atau menyebarluaskan sebuah informasi.
Masyarakat dihimbau, jangan sampai terseret arus informasi. Tidak ikut menyebarluaskan kendati informasi dirasa benar. Setiap informasi wajib dibaca secara utuh. Tidak sepotong-sepotong. Apalagi, hanya membaca bagian-bagian tertentu.
‘’Informasi baiknya dibaca secara detail dan teliti. Bahkan, perlu mencari sumber-sumber informasi lain sebagai pembanding. Tetapi tentu sumber berita yang kredibel,’’ ungkapnya sembari menyebut kebanyakan masyarakat hanya membaca sekilas hingga informasi yang didapat tidak secara utuh.
Logos menambahkan, penting memahami isi informasi yang diakses. Paling tidak mengetahui apakah informasi mengandung unsur ujaran kebencian atau perselisihan. Tidak perlu saling membenarkan kendati informasi sejalan dengan pemikiran sebelum informasi terverifikasi benar.
‘’Paling tidak informasi itu berhenti cukup sampai pada pribadi masing-masing. Tidak perlu turut menyebarluaskan,’’ pungkasnya sembari menyebut masyarakat juga harus memiliki fungsi kontrol. (Diskominfo).