Lapas KelasII B Sanana
KEPULAUAN SULA,beritalima.com-Upaya penyidik untuk melengkapi berkas perkara dalam penyidikan kasus dugaan korupsi Dana Desa (DD) Kou, Kecamatan Mangoli Timur, Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara (Malut) seperti tidak berjalan mulus.
Pasalnya, ada saksi kunci yang takut memberikan keterangan lantaran diancam oleh oknum anggota TNI yang diduga masih memiliki hubungan dengan salah satu tersangka. Informasi yang dihimpun wartawan, peristiwa pengancaman itu terjadi pada 7 Maret dua pekan lalu, dimana Muhammat Duwila yang juga Ketua BPD tersebut diancam oleh oknum anggota TNI jika kerabatnya bertanggungjawab dalam kasus dugaan korupsi yang melilit mantan Kades Kou berinisial BD dan bendahara desa RT yang ditahan pada Jumat (22/2) bulan lalu.
Menurut salah satu saksi yang berada di lokasi kejadian menuturkan, saat itu oknum TNI tersebut menarik keluar Muhammat Duwila yang hendak bertemu dengan RT untuk mengambil anggaran DD 40 persen yang masih berada di tangan bendahara.
Tindakan oknum itu dilihat oleh salah satu petugas Lapas Sanana yang lantas mendampingi Muhammat. Keduanya lantas berbicara di depan pintu masuk Lapas. Tak puas dia lantas mengancam Muhammat dengan pistol. ”Dia bilang jika terjadi sesuatu maka pistolnya yang akan berbicara, ”kata salah saksi kepada koran ini.
Namun Muhammat saat dikonfirmasi membenarkan informasi tersebut. Dia mengungakapkan kejadian itu terjadi sekira pukul 10.00, dimana oknum tersebut membesuk keluarganya yang ditahan di Lapas terkait kasus DD Desa Kou.
”Memang saat ancaman itu juga ada dari Inspektorat dan pejabat Kades juga, ”katanya. Dia juga mengaku ancaman serupa juga diterima oleh jaksa Kepulauan Sula. ”Katanya begitu karena saya sempat dengar juga di Kejari,”ujarnya.
Sementara Kasi Intel Rezki Pandie saat dikonfirmasi menolak memberikan keterangan terkait masalah tersebut. Dia bilang penyidik hanya berusaha melengkapi dokumen untuk dilimpahkan ke Pengadilan. ”Sekarang kita tinggal lengkapi dokumen saja, ”pungkasnya kepada sejumlah awak media di kantornya
BD dan RT diduga kuat menyelahgunakan dana desa 2016. Dimana dari besaran anggaran Rp 600 juta lebih terdapat kerugian sekitar Rp 200 juta. “Modusnya itu ada program fiktif ada pekerjaan yang tidak sesuai dengan objek yang ada, macam-macamlah, “ungkap penyidik saat penahanan (DS)