SURABAYA – beritalima.com, Sidang dugaan penipuan jabatan dengan terdakwa notaris Lutfi Afandi semakin terang-benderang ketika jaksa penuntut Juariyah dan Darmawati Lahang menghadirkan dua notaris untuk diperiksa sebagai saksi. Dalam kesaksiannya kedua notaris itu mengakui mengenal Lutfi dan pernah menerima pekerjaan pengurusan jual beli tanah sertifikat hak milik No 64 desa Gebang, Sidoarjo yang sekarang bermasalah.
Dua notaris yang diperiksa secara terpisah yaitu Sugeng Priadi dan Hendrkus. Notaris Sugeng mendapat giliran pemeriksaan pertama kali, kemudian dilanjutkan dengan memeriksa notaris Hendrikus.
Pada keterangannya, notaris Sugeng Priadi mengaku setelah menerima pekerjaan pengurusan jual beli atas sertifikat hak milik No 64 dari terdakwa Lutfi, pihaknya langsung melakukan pemeriksaan di Badan Pertanahan Negara (BPN) Sidoarjo, hasil pemeriksaa diketahui bahwa sertifikat itu tidak ada warkahnya maka jual beli yang dimintakan oleh notaris Lutfi saya batalkan, “Menurut saya tidak,” katanya pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (8/3/2018).
Pada sidang ini, Yulisar selaku hakim anggota atas perkara ini menanyakan apakah notaris Sugeng pernah mendatangi lokasi tanah yang akan diperjual belikan untuk melakukan pengecekan,? “Ya, saya datang pak hakim,” jawab Sugeng.
Sementara itu, dalam kesaksian notaris lainya, Hendrikus membenarkan bahwa dirinya pernah menerima sertifikat No 64 milik Choiron untuk dibuatkan jual beli. Namun Hendrikus menolak memproses jual belinya lantaran sertifikat tersebut masih terhalang. “Setelah penolakan tersebut, selang beberapa hari kemudia Pak Choiron didampingi pengacaranya datang menemui saya untuk meminta sertifikat tersebut,” ucap saksi Hendrikus.
Usai persidangan, Hj Puji Lestari selaku korban menyatakan keterangan saksi Sugeng dipersidangan yang menyatakan mendatangi lokasi tanah yang akan diperjual belikan tersebut adalah tidak benar. “Keterangan saksi Sugeng mengatakan bahwa dirinya mendatangi langsung lokasi tanah tersebut adalah tidak benar alias bohong belaka. Kalau dia datang, kenapa kok dia tidak menghadapi para penjual dan pembelinya secara langsung, kalau dia notarisnya, kenapa kok tidak dibawah kekantornya. Saya jual beli tidak di satu notaris saja, saya tau mekanismenya,” ucap Hj Pudji Lestari.
Hj Puji Lestari selaku pihak pembeli yang mewakili PT Citra Persada Permai mengaku hanya tau, bahwa untuk jual beli tersebut dirinya memakai jasa notaris Lutfi Afandi bukan memakai jasa notaris Sugeng Priadi atau Hendrikus.
“Setau saya ya Pak Lutfi, dan dikantornya ada tulisan notaris dan PPAT. Setau saya Pak Lutfi adalah PPAT, seluruh tanda terimanya adalah PPAT, dan dikantornya ada tulisan PPAT. Pak Lutfi harus bertanggung jawab atas pengakuannya sebagai seorang PPAT,” tambahnya
Diakhir wawancaranya, Hj Puji Lestari sangat menyayangkan sikap majelis hakim yang tidak segera melakukan penahanan terhadap terdakwa, meskipun kasus ini sudah di majelis hakim dan agenda persidangan sudah memasuki tahap pemeriksaan saksi. “Saya sedikit kecewa, kenapa majelis hakim tidak memerintahkan terdakwa segera ditahan, sebab ditingkat penyidikan dia juga tidak ditahan oleh kejaksaan,” pungkasnya.
Sesuai berkas perkara No 103/Pid.B/2018/PN SBY tanggal register 16 Januari 2018, Notaris Lutfi Afandi SH.M.Kn diduga melakukan penipuan terhadap Hj. Pudji Lestari , SE, Mm sebesar Rp 4,2 miliar.
Kasus ini berawal dari terjadinya pembelian sebidang tanah tambak yang berlokasi di desa Gebang, Kabupaten Sidoarjo, sesuai Sertifikat Hak Milik No. 64 dengan luas total 34 hektar. Pembelian tersebut terjadi pada Mei 2011.
Tanah yang dibeli Pudji Lestari itu luasnya 24 hektar. Tanah itu milik empat orang. Sebenarnya, di dalam sertifikatnya, total tanah tambak itu adalah 34 hektar, milik enam orang. Namun, dua orang lainnya tidak menjual tanah tambak sisanya, yakni 10 hektar ke Pudji.
Atas pembelian tersebut Hj. Pudji Lestari kemudian ke notaris Lutfi Afandi, dikantornya yang beralamat di Jalan Raya Waru, Sidoarjo, untuk membuat Akta Jual Beli (AJB) dan Akta Pembagian Hak Bersama (APHB), Hj. Pudji sempat meminjam sertifikat induk ke notaris Lutfi. ama ditunggu, ternyata AJB dan APHB itu tak kunjung selesai. Di tahun 2013, Hj. Pudji Lestari mengetahui adanya sebuah AJB dan APHB atas tanah tersebut. Ironisnya, akte-akte itu dibuat notaris Sugeng Priadi, bukan notaris Lutfi Afandi. Dan itu terjadi tahun 2013.
Hj. Pudji pun berusaha untuk mengecek kebenaran hal itu namun selalu gagal. Hingga akhirnya, Hj. Pudji Lestari mendapatkan informasi jika pada tahun 2011 itu, notaris Lutfi Afandi belum mempunyai ijin Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT). Ia hanya seorang notaris biasa. Kendati sebelumnya Hj. Pudji Lestari, SE, MM pada tanggal 19 Agustus 2010 lalu pernah membuat Akta Jual Beli dan diberikan tanda terima yang Stempelnya adalah Notaris / PPAT oleh terdakwa Lutfi Afandi. (Han)