BANYUWANGI, beritalima.com – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyuwangi akan mengirimkan surat kepasa Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Jawa Bali Nusa Tenggara terkait permasalahan pabrik ‘nakal’ yang diduga membuang limbah ke laut.
“Hari ini saya bersurat ke Gakum Bali Nusra, untuk membantu penanganan kasus itu,” kata Kadis DLH Banyuwangi, Khusnul Khotimah kepada wartawan, Kamis (1/4/2021).
Sekedar diketahui Gakum Bali Nusra merupakan lembaga yang dibawah naungan Direktur Jendral (Dirjen) Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sebelumnya, Khusnul Khotimah menjelaskan jika pihaknya sudah turun ke lapangan guna menindaklanjuti keluhan masyarakat tersebut.
“Kemarin staf bidang pengawasan sudah tinjau lapang dan ketemu warga serta Kades Kedungrejo. Melihat limbah yang ke pantai. Perlu telusuri sumbernya. Maka tim minta ke warga untuk membantu lakukan itu. Karena kasusnya di lakukan malam hari,” ungkapnya.
Saat ditanya terkait apakah ada pabrik di wilayah Muncar yang memiliki ijin membuang limbah atau dumping ke lingkungan laut dengan syarat memenuhi baku mutu lingkungan hidup?, Khusnul dengan tegas menjawab belum ada.
“Untuk perusahaan yang outlet IPAL nya langsung laut, harus buat kajian untuk syarat IPLC (Ijin Pembuangan Air Limbah Cair) KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Di Muncar belum ada yang punya itu walaupun sudah ada IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah),” terangnya.
Kasus dugaan pembuangan limbah ini sudah diatur pada pasal 60 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan “Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin”.
Kemudian pada pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan “Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/ atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.
Kejadian ini sudah bertahun tahun lamanya. Bahkan, dampak limbah itu menyebabkan gatal-gatal pada sekujur tubuhnya. Nelayan yang mayoritas adalah kaum wong cilik ini terasa resah merasakan dampak limbah pabrik, mulai dari limbah cair hingga padat. (bi)