ACEH, Beritalima – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Perwakilan Aceh meminta penanganan kasus perambahan Hutan Lindung di Kabupaten Aceh Selatan dapat dilakukan pengusutan secara maksimal, Hal itu disampaikan Direktur Walhi Perwakilan Aceh Muhammad Nur di ruang kerjanya, Rabu 04 Oktober 2017.
Menurutnya, kasus perambahan yang terjdi di Kabupaten Aceh selatan tersebut diduga terlibat pejabat di Aceh Selatan, sehingga penting kasus ini ditangani oleh Polda Aceh untuk mendapatkan aktor actor utamanya.
Dia menambahkan kasus tersebut sudah sangat parah dan ini tidak hanya ditangkap pekerja lapangan akan tetapi, Kata M, Nur’’ perlu juga diminta pertanggungjawaban hukum pada aktor utama dari kasus itu.
Hasil dari operasi gabungan yang dilakukan oleh Polhut, TNI/Polri, dan LSM Lingkungan di Aceh Selatan pada 2/10/2017 menjadi pintu masuk untuk membongkar secara tuntas kasus perambahan itu. Karena praktik perambahan dalam kawasan Hutan Lindung harus dihentikan, meskipun ada dugaan dilakukan oleh seorang pejabat.
Tambah M, Nur, ini sebagai pelajaran penting bagi semua pihak, dimana proses penegakan hukum tidak pandang bulu oleh pihak penegak hukum, tentunya menjadi prestasi tersendiri bagi Polda Aceh.
Kasus ini harus tuntas. Untuk itu Walhi minta penanganannya dilakukan oleh Polda Aceh untuk menjamin penanganan kasus secara terbuka dan tidak hilangnya alat bukti yang telah disita.
Kawasan Hutan Lindung yang ada di Kampung Jambo Papeun, Kecamatan Meukek Aceh Selatan harus diselamatkan dari berbagai aktifitas Illegal. Sehingga tidak berdampak serius terhadap kelangsungan lingkungan hidup, keselataman satwa, serta kebutuhan primer warga, seperti mendapatkan air yang berkualitas.
Temuan Walhi Aceh, Sungai Meukek di kawasan Gampong Jambo Papeun secara fisik telah rusak dikarekan ada kegiatan Galian C. Kondisi ini akan berdampak terhadap terjadinya bencana ekologi, seperti banjir bandang, dan longsor.
Kondisi ini diperparah kembali dengan terjadi perambahan hutan lindung di daerah hulu wilayah sungai, Pelaku perambahan hutan lindung juga dapat dijerat dengan UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Tutup M, Nur,’’(Aa79)