Kasus Suap Pajak di Tengah Pandemi, Anis: Rapor Merah dan Kerja Berat Pemerintah

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengonfirmasi dugaan suap pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Namun, komisi anti rasuah tersebut belum menyebut tersangka karena proses penyidikan masih berjalan. Komisi yang dibentuk untuk mencegah penggarongan uang negara ini harus mengumpulkan alat bukti untuk mengungkap kasus ini ke publik.

Menanggapi isu itu, anggota Komisi XI DPR RI membidangi Keuangan, Perbankan dan Pembangunan, Dr Hj Anis Byarwati meyampaikan pandangannya melalui keterangan pers yang diterima awak media, Sabtu (6/3).

Anis mengatakan, munculnya kasus ini menjadi ironi karena seharusnya antara otoritas pajak dan wajib pajak sama-sama memiliki kesadaran. Kesadaran yang dimaksud Anis pajak itu sudah memenuhi empat prinsip yakni keadilan yang intinya memperhatikan pengenaan pajak secara umum serta sesuai dengan kemampuan Wajib Pajak.

Kedua prinsip kepastian (certainty) dimana pemungutan pajak harus dilakukan dengan tegas, jelas, dan terdapat kepastian dan jaminan hukum. Prinsip kepastian memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak mengenai objek pengenaan pajak, besaran pajak atau dasar pengenaan pajak.

Ketiga prinsip kelayakan (convience)yaitu pajak yang dipungut hendaknya tidak memberatkan Wajib Pajak serta sejalan dengan sistem self assessment. Dan keempat Prinsip Ekonomi (Economy) yaitu pada saat menetapkan dan memungut pajak harus mempertimbangkan biaya pemungutan dan proporsional.

Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) ini menegaskan, mencuatnya kasus ini menjadi berita buruk dan rapor merah sekaligus pekerjaan besar bagi Pemerintah.

“Kasus pajak ini terjadi di tengah pandemi, melimpahnya insentif dan risiko shortfall yang masih di depan mata,” ujar wakil rakyat dari Dapil Jakarta Timur tersebut.

Kondisi pandemi Covid-19 yang masih terjadi di tahun ini dan kembali membuka risiko shortfall penerimaan perpajakan. Masa transisi akibat pelemahan ekonomi sebagai dampak pandemi masih dirasakan semua sektor. Sementara itu kebijakan insentif perpajakan juga masih menjadi salah satu aspek penyumbang potensi shortfall di tahun ini.

Walau disisi lain, insentif yang diberikan Pemerintah sebagai kelanjutan dari program insentif wajib pajak terdampak pandemi Covid-19, pasti menjadi hal yang sangat ditunggu dan menggembirakan bagi wajib pajak.

Karena itu, Anis menilai, Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu mengkaji lebih dalam terkait pemberian insentif di masa pandemi. Pemerintah harus serius membuat skala prioritas dan meminimalkan risiko kerugian karena saat insentif pajak diberikan.

Itu artinya, ada potensi penerimaan negara yang hilang. Pemerintah juga harus menjunjung tinggi keadilan (Equity), mengingat semua wajib pajak di semua sektor pasti terdampak pandemi Covid-19 ini, tetapi tidak semuanya bisa mendapatkan insentif. Dan pemerintah harus melakukan evaluasi kebijakan insentif perpajakan yang telah dilaksanakan.

“Jangan sampai kebijakan insentif pajak menjadi inefisiensi dan inefektivitas dengan narasi yang bagus tetapi tidak tepat sasaran,” dpktor Ekonomi Syariah tersebut. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait