SURABAYA – beritalima.com, Tiga petinggi di PT Cakra Inti Mineral (CIM) dihadirkan Jaksa sebagai saksi dalam sidang dugaan penipuan pembangunan infrastruktur tambang dengan terdakwa Christian Halim. Mereka adalah ilham Erlangga, manajer Operasional, Pangestu Hari Kosasih, komisaris, dan Mohammad Gentha Putra, direktur utama CIM.
Dalam sidang hakim menilai adanya perbedaan antara dakwaan Jaksa dengan keterangan tiga orang saksi fakta yang dihadirkan Jaksa dalam sidang. Perbedaan itu terkait siapa yang mengerjakan pembangunan infrastruktur di tambang nikel di Desa Ganda-Ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah tersebut.
Dalam keterangannya, saksi Mohammad Gentha dan Hari Kosasi menyebutkan bahwa terdakwa Christian Halimlah yang ngotot agar proyek itu diberikan kepada dirinya, sedangkan sebaliknya saksi Ilham Erlangga mengaku selain Christian Halim, masih ada lima kontraktor lain yang pernah mengikuti Beauty Contes untuk pembangunan infrastruktur proyek tersebut. Kelimanya adalah PT Satria Jaya Sultra (SJS) milik Haji Sukri. PT Bintang Buana Morowali (BBM) milik Haji Hamid, PT Leo Putra Mandiri (LPM) milik Erik Sunaryo dan PT Prima Energi Enginering (PEE) miliknya Pak Manulang.
“Namun yang dipilih oleh Gentha dan Kosasih hanya Christian Halim. Mereka memilih dia karena berdasarkan kepercayaan saja. Beauty Contes itu semacam pemilihan beberapa kontraktor dari beberapa perusahaan penambangan,” kata Ilham Erlangga dalam persidangan diruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Senin (08/3/2021).
Ditanya hakim Yohanis, apa persyaratan bagi perusahaan yang mengikuti Beaty Contes tersebut,? Saksi Ilham Erlangga menjawab harus mempunyai alat berat untuk melakukan penambangan dan harus mempunyai seorang PJO atau Penanggung Jawab Operasional.
Dikejar hakim Yohanis, siapa PJO bagi Christian Halim,? “Anak buahnya Christian Halim yang menjadi penanggung jawabnya,” jawab saksi Ilham Erlangga.
Mendengar penjelasan Ilham Erlangga seperti itu, Tumpal Sagala yang menjadi ketua majelis hakim dalam persidangan ini langsung menarik napas panjang.
“Wah nggak jelas ini. Kalau begitu minggu depan saya minta company profil dari lima perusahaan itu, juga bukti transfer setoran 500 juta yang kamu terima dari Christian untuk kompensasi tambang yang sudah anda pungut. Sidang ditundah hari Senin tanggal 15 Maret,” pungkas Hakim Sagala menutup sidang.
Sebelumnya, saksi Pangestu Hari Kosasih menandaskan bahwa dirinya tertarik merekrut Christian Halim dalam proyek ini karena melihat background Christian Halim yang pernah bekerja dengan Hence Wongkar, seorang pengusaha tambang terbesar di Sulawesi Tenggara yang sekaligus sebagai pamannya.
Apalagi, kata Hari Kosasih, pada waktu itu Christian juga pernah bilang kalau dia adalah pemimpin dari semua proyek tambang yang dikerjakan Hence.
“Waktu itu saya hanya berpikir kalau dia sudah terbiasa bekerja nikel dengan Hence dalam skala besar ratusan ribu ton setiap bulan, maka dia pasti bisa kalau hanya untuk kerjaan yang hanya 100 ribu ton perbulan saja. Saya hanya terpikat karena dia keponakan Hence, meski pada waktu ada beberapa kontraktor lain yang ikut bersaing dengan merebut proyek itu,” katanya dalam sidang.
Ditanya ketua majelis hakim Tumpal Sagala, dalam kapasitasnya sebagai komisaris PT CIM, apakah saksi Heri Kosasih juga ikut menanamkan uangnya dalam investasi tambang tersebut,? Saksi menjawab Ya.
“Awalnya saya diberi jatah saham sebanyak 40 persen oleh orangtuanya Mohammad Gentha. Berhubung terlalu banyak dan belum punya pengalaman menambang nikel, maka saham itu saya bagi dua dengan Christian Halim. Saya akhirnya hanya setor sekitar 1,5 miliar sampai 2 miliar saja dan dapat jatah saham 20 persen saja,” lanjutnya.
Sementara saksi Mohammad Gentha Putra menjelaskan permasalahan muncul ketika diketahui, bahwa proyek pembangunan infrastruktur penambangan yang menelan dana Rp 20,5 miliar hasilnya kurang memuaskan dan tak sesuai harapan.
“Kami akhirnya menghentikan pekerjaan Christian Halim dan dia kami minta pertanggungjawaban mengenai dana Rp 20,5 miliar tapi dia malah bilang rugi,” ujarnya.
Ditanya oleh Ketua Majelis Hakim Tumpal Sagala mengenai speksifikasi dan gambar proyek yang digarap terdakwa Christian Halim, skasi M Gentha Putra mengatakan proyek pembangunan infrastruktur penambangan nikel tidak ada speks dan gambar proyeknya.
“Kami percaya saja pak hakim sama omongan Christian Halim,” ujar Gentha polos.
Atas jawaban M Gentha tersebut, Hakim Tumpal Sagala menyatakan, ini gimana proyek dengan nilai Rp 20,5 miliar tak ada gambar proyek.
“Kalau kontraktor membangun apa saja ya jangan disalahkan, wong panduannya tak ada,” ujar hakim.
Disinggung soal uang Rp 1 miliar yang diberikan terdakwa kepada saksi Mohammad Gentha pada awal proyek berjalan, Gentha mengakui bahwa uang itu merupakan uang jaminan tambang, karena areal pertambangan nikel merupakan miliknya.
“Uang itu sah dan wajar diterima pemilik tambang,” katanya.
Karena sudah menerima uang tersebut dari terdakwa, hakim Tumpal Sagala menyatakan bahwa saksi Mohammad Gentha bisa dijadikan tersangka sebab ikut menikmati uang dari kasus ini.
Atas pengakuan tiga saksi tersebut, Jaka Maulana selaku kuasa hukum terdakwa Christian Halim mengatakan bahwa keterangan saksi tersebut malah terungkap bahwa kasus ini benar-benar ada rekayasa penyidikan.
“Kebohongan saksi akhirnya muncul sendiri, kami berharap hakim bisa memutus kasus ini dengan adil dan sesuai fakta persidangan,’ jelas Jaka Maulana. (Han)