SURABAYA – beritalima.com, Penyidik Polrestabes Surabaya meminta keterangan dua saksi pelapor dalam penyidikan kasus ujaran kebencian bermuatan SARA dengan terlapor DW, seorang pengusaha yang bertempat tinggal di kawasan Jemur Andayani, Surabaya.
Pelapor yang dimintai keterangan adalah Jurian Salamena dan Marsekan Ibrahim.
Demikian disampaikan Jan Labobar, kuasa hukum Jurian dan Marsekan kepada awak media. Kamis (10/11/2022)
“Perkaranya ditangani unit Jatanras, kemarin hari Rabu, tanggal 9 November 2022 kedua klien kami sudah diperiksa untuk dimintai keterangan,” sebutnya.
Dijelaskan Advokat Jan Labobar, peristiwa dugaan ujaran kebencian tersebut terjadi sewaktu Jurian dan Marsekan menyelesaikan masalah hutang suami DW.
“Bukan penyelesaian yang didapat, tetapi keduanya justru mendapat umpatan yang mengandung rasisme, dengan mengatakan klien kami Badut Ambon,” jelasnya.
Tak terima dengan perlakuan tersebut, lanjut Jan Labobar, buntut dari ujaran kebencian yang mengandung rasisme tersebut pun dilaporkan ke Polrestabes Surabaya dengan tanda bukti lapor Nomor: LP/B/1253/11/2022/SPKT POLRESTABES SURABAYA/POLDA JAWA TIMUR, tanggal 3 November 2022.
“Kami sangat menyesalkan peristiwa ini. Sebutan Badut Ambon merupakan suatu penghinaan yang sangat menyinggung harkat dan martabat serta perasaan masyarakat Ambon. Dalam hal ini ucapan Badut Ambon tidak dapat dimaknai secara terpisah, melainkan merupakan satu kesatuan,” kata Jan Labobar.
Dia berharap agar penyidik Jatanras Polrestabes Surabaya serius menangani kasus dugaan ujaran kebencian ini.
“Sehingga dapat meredam kejadian dikemudian hari sehubungan dengan ucapan yang berbau rasis tersebut,” harapnya.
Selain dilaporkan ke Polrestabes Surabaya, dugaan rasisme yang diduga dilakuka DW tersebut juga dilaporkan ke Polda Jatim. Laporan tersebut dilayangkan oleh Masyarakat Ambon yang tergabung dalam Maluku 1 Rasa (M1R] Jawa Timur, dengan tanda bukti lapor Nomor: TBL-B/584.01/XI/2022/SPKT/Polda Jawa Timur, tertanggal 4 November 2022.
“Beda pelapor, kalau yang di Polda Jatim pelapornya adalah Ketua M1R Jatim, Baharudin,” tandas Jan Labobar.
Diketahui, dalam laporan polisi tersebut, DW disangkakan dengan Pasal 16 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2008 tentang Diskriminasi Ras dan Etnis, denan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp.500 juta. (Han)