JAKARTA – Letusan eksplosif Gunung Rokatenda pada 93 tahun lalu menyebabkan dampak sangat hebat. Erupsi saat itu mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda. Sebagian besar warga tewas terhempas oleh gelombang pasang laut yang dipicu aktivitas vulkanik.
Fenomena letusan dahsyat itu berlangsung selama beberapa hari, tepatnya pada 4 Agustus hingga 25 September 1928. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat kekuatan erupsi hingga VEI 3. Melalui indikator volcanic explosivity index atau VEI 3 tersebut, kekuatan erupsi menghasilkan perubahan lava dome dan bekas letusan hingga empat buah kawah terbentuk.
Catatan sejarah menyebutkan bahwa letusan selama beberapa hari tersebut telah menyebabkan 266 warga menjadi korban. Katastrofe atau malapetaka besar terjadi karena letusan tak hanya menyemburkan material vulkanik tetapi juga gelombang pasang atau tsunami serta guncangan gempa.
Sementara itu, dari penelusuran media massa, pada 10 Agustus 1928 New York Times mengabarkan bahwa estimasi ribuan orang meninggal dan 500 warga mengalami luka-luka oleh letusan hebat Gunung Rokatenda. Artikel dengan judul ‘Volcano Kills 1.000 in Dutch East Indies; Wipes Out Six Villages on Paloeweh Island’ juga menyebutkan bahwa sisi selatan Pulau Palue tempat enam desa dihancurkan oleh material vulkanik.
Selanjutnya, gelombang pasang setinggi 4,6 meter yang dipicu aktivitas vulkanik menenggelamkan para warga yang tengah berada di laut saat evakuasi.
Gunung Rokatenda yang memiliki ketinggian 875 meter di atas pemukaan laut diperkiraan pernah mengalami erupsi hebat sebelum tahun 1928. Berdasarkan catatan PVMBG, keterangan penduduk menyebutkan bahwa letusan itu terjadi 200 tahun lalu atau sekitar delapan generasi sebelum letusan 1928.
Erupsi Gunung Rokatenda yang pernah terekam berlangsung pada tahun 1928, 1972, 1973, 1985, 2012 dan 2013.
Dilihat dari sisi periode letusan, hal tersebut terjadi antara 1972 dan 1973 atau periode letusan terpendek. Kedua peristiwa pada tahun tersebut berupa letusan abu. Sedangkan periode letusan terpanjang, tercatat 35 tahun yaitu terjadi antara tahun 1928 dan 1963.
Karakteristik Bahaya Erupsi
Karateristik aktivitas vulkanik Gunung Rokatenda bersifat efusif dan eksplosif. Aktivitas tersebut berpotensi menghasilkan lava dan piroklastik. PVMBG telah mengidentifikasi potensi bahaya dengan memetakan kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Rokatenda. KRB gunung api adalah kawasan yang pernah terlanda atau teridentifikasi berpotensi terancam bahaya erupsi gunung api baik secara langsung maupun tidak langsung
Misalnya, KRB III Gunung Rokatenda merupakan kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, apabila gunung ini meletus kembali dengan jenis dan tipe erupsi yang relatif identik dengan erupsi-erupsi sebelumnya. Kawasan yang berpotensi terlanda yaitu mengarah ke bagian barat daya dan timur dengan jarak luncur maksimum hingga jarak 1,5 sampi dengan 1,75 km dari pusat erupsi.
Berikutnya, potensi adanya aliran dan guguran lava yang mengarah ke sekitar puncak atau di dalam kawah Rokatenda. Apabila erupsinya membesar, maka kemungkinan lava akan mengalir lebih jauh dari pusat erupsi dan cenderung akan mengalir ke sektor barat daya dan timur dengan jarak jangkau maksimum 1 sampai dengan 1,5 km dari pusat erupsi.
Terakhir, KRB III juga berpotensi terjadi material lontaran dan hujan abu lebat. Rekomendasi PVMBG apabila terjadi erupsi besar, radius sektoral sebaran material lontaran batu pijar berukuran lebih dari 6 cm, dan hujan abu lebat hingga radius 2 km dari pusat erupsi.
Gunung api di Pulau Palue atau di utara Pulau Flores ini berada di wilayah administrasi Kecamatan Awa, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau Palue memiliki luas 41 km2 atau 2,37 persen dari luas wilayah Kabupaten Sikka. Populasi penduduk pulau berjumlah 9.442 jiwa yang tersebar di 6 desa.
Gunung Rokatenda atau Gunung Paluweh ini merupakan salah satu gunung api dari total 127 gunung aktif yang berada di wilayah Indonesia. Aktivitas vulkaniknya berada pada tingkat II atau ‘Waspada.’ Secara umum, definisi tingkat ‘Waspada’ berarti suatu gunung api memiliki potensi peningkatan kapasitas aktivitas dan ancaman bahaya erupsi di sekitar kawah.
Terkait dengan risiko, BNPB mengidentifikasi sebanyak 3,9 juta populasi penduduk yang tersebar di 18 provinsi berpotensi terpapar bahaya erupsi gunung api. Untuk memberikan pemahaman terhadap kesiapsiagaan dan keselamatan menghadapi bahaya letusan gunung api, masyarakat dapat mengakses buku saku Tanggap, Tangkas, Tangguh pada tautan berikut ini https://loker.bnpb.go.id/s/aerqq4dMPYe8ssn.