Jakarta, beritalima.com| – Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yangdikeluarkan melalui Kementerian kelautan dan Perikanan (KKP), dan pelaksanaannya di lapangan ternyata menemui beberapa kendala.
Anggota Komisi IV DPR RI, Arif Rahman menyampaikan, “mengenai kebijakan Penangkapan Ikan Terukur, secara kebijakan sebenarnya sudah ada upaya dari KKP. Namun, implementasinya masih belum optimal. Salah satu kendalanya adalah keterbatasan APBN, misalnya dalam pembangunan Pelabuhan.
Dalam Rapat Bersama Komisi IV DPR RI dengan KKP di Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, (21/11), disoroti dampak kebijakan tersebut terhadap nelayan lokal, terutama di daerah Banten I. Menurut Arif, banyak nelayan di wilayah tersebut yang terjerat masalah hukum karena dinilai melanggar aturan, meskipun hal itu terjadi akibat faktor teknis dan administratif yang lambat.
“Banyak nelayan di daerah saya, khususnya di Lebak dan Pandeglang, yang ditangkap polisi karena membeli BBM yang dianggap ilegal. Hal ini terjadi karena proses pendaftaran perahu di dinas terlalu lama. Nelayan yang butuh makan akhirnya tetap melaut dan membeli BBM dari SPBU lain, tetapi kemudian ditangkap,” jelasnya.
Ia menyarankan agar KKP segera menciptakan strategi lebih ramah nelayan. “Seperti mempercepat proses administrasi dan menyediakan fasilitas loket khusus di daerah-daerah nelayan. “KKP seharusnya membuat loket-loket atau tempat layanan di daerah masing-masing agar nelayan bisa lebih cepat mengurus izin perahu. Proses yang lambat ini mencerminkan kelalaian pemerintah dalam melayani kebutuhan masyarakat,” tambahnya.
Selain itu, ia menduga adanya oknum yang memanfaatkan proses administrasi ini untuk keuntungan pribadi. Ia meminta KKP untuk menyelidiki dan menindak tegas jika ada indikasi penyimpangan.
“Kalau di tempat lain, izin bisa selesai dalam waktu seminggu hingga sebulan. Tapi di Banten, prosesnya bisa sampai enam bulan. Saya menduga ada oknum tertentu yang memanfaatkan situasi ini untuk memeras nelayan,” ungkapnya.
Jurnalis: Rendy/Abri