Kebutuhan Aktualisasi Diri Manusia itu Mulia

  • Whatsapp

beritalima.com | Tingkatan kebutuhan manusia itu sangat beragam. Ada kebutuhan dasar atau primer, kebutuhan sekunder, kebutuhan tersier dan aktualisasi diri. Setiap manusia mendambakan tingkatan kebutuhannya dapat terpenuhi semuanya. Namun fakta yang ada dilapangan berkata lain, masih banyak saudara-saudara kita yang hanya mampu mencukupi kebutuhan dasar /primer semata seperti makan, minum, dan pakaian, tetapi tidak bisa mencukupi kebutuhan sekunder dan tersier apalagi aktualisasi diri.

Ada sebagian besar manusia yang hanya mampu mencukupi kebutuhan sampai tingkat kebutuhan sekunder (menengah) tapi tidak bisa mencukupi kebutuhan tersier dan aktualisasi diri. Ada sebagian kecil saja yang sudah bisa mencapai tingkatan kebutuhan tersier (atas) namun tidak bisa mencukupi kebutuhan aktualisasi diri.

Kebutuhan aktualisasi diri ini merupakan kebutuhan tertinggi manusia, yaitu kebutuhan manusia makmur yang sudah tercukupi akan sandang, pangan, papan, dan kemewahan. Wujud aktualisasi diri manusia itu bisa berupa pencampaian prestasi yang moncer sehingga mendapatkan penghormatan, penghargaan dari negara karena jasa-jasanya.

Untuk memenuhi kebutuhan yang satu ini bisa dibilang sangatlah sulit. Bahkan bagi orang-orang tertentu harus menduduki jabatan tertinggi baik dipemerintahan, di sebuah lembaga swasta maupun di masyarakat dengan mengemban status sebagai tokoh masyarakat, tokoh agama atau dengan segudang prestasi dalam berbagai bidang.

Di jajaran pemerintahan pada tingkat tertentu sebagai Bupati, Walikota, Gubenur bahkan Presiden. Demikian juga dalam kehidupan sosial masyarakat semisal menjadi penasehat spiritual, orang yang ditokohkan atau sebutan lainnya. Di perusahaan atau perbankan semisal menjadi direktur, presiden komisaris dan CEO.

Ada yang sungguh-sungguh menikmati kebutuhan aktualisasi diri ini ketika ia mendapat penghormatan, pujian, sanjungan dengan jabatan prestisius, status dan prestasi gemilang yang diraih dan dimilikinya dengan benar. Sebagai legitimasi atas usaha dan ikhtiarnya, sehingga bisa mengantongi sejumlah pangkat, tanda jasa, piagam penghargaan baik secara pribadi maupun dalam jabatan yang diterima dari institusi pemerintahan, swasta dan lembaga keagamaan baik nasional maupun internasional.

Tapi tidak jarang juga kita menemukan banyak orang yang sungguh tidak menikmati, sebaliknya menuai “apes” diantaranya, dicerca, dicaci, dikucilkan, diperguncingkan dengan sinis, bahkan dicap sebagai pembohong, koruptor, perampok, penghisap keringat orang kecil, dan cap negatif lainnya.

Bila cap negatif yang disematkan dan berbagai cercaan serta hinaan (sebagai TAHANAN) padanya di depan umum, maka timbul pertanyaan menggelitik, “jangan-jangan kebutuhan aktualisasi diri tersebut diperjuangkan dengan cara-cara yang tidak benar” semisal penuh rekayasa, money politic, kecurangan, menzalimi orang lain, korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Apalah artinya bila kita telah berjuang, berusaha memenuhi kebutuhan aktualisasi diri namun bukan penghormatan, pujian dan sanjungan yang diraih ? Maka kebutuhan aktualisasi diri ini jadi tidak ada gunanya dan bisa dikatakan menjadi bumerang bagi orang yang menyandangnya. Kata bijak mengatakan “lebih mudah meraih gelar dari pada mempertahankan”. Intinya berapapun gelar yang telah disematkan, pangkat tinggi, kalau tidak diimbangi dengan kebesaran jiwa dan keimanan yang kokoh bisa jatuh dan terjerembab ke dalam perbuatan tidak terpuji, perbuatan tercela.

Sebagai peringatan, dan himbauan buat Anda yang mau maju sebagai calon Kepala Daerah. Baik yang berangkat sebagai calon Independen atau perseorangan, maupun yang diusung oleh partai. Mumpung masih ada momentum ada sarana yang mengingatkan untuk berefleksi, bersegeralah reorientasi motivasi, berubah dalam perilaku, sikap, tutur kata, dan kinerja, supaya performen aktualisasi diri Anda akan terus bersinar cermelang. Dengan demikian bisa mengemban sebagai Kepala Daerah yang baik. Mendarma bhaktikan ilmu pengetahuan dan pengalaman kedalam program kerja nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selayaknya jabatan tinggi, jabatan politis seperti Bupati, Walikota dan Gubenur itu diemban oleh orang-orang yang cakap, dan kehidupannya sudah selesai. Dalam pengertian ilmunya memang sudah mumpuni, akhlaknya terpuji, dan hidupnya sudah makmur. Mereka sudah berada pada level yang atas. Bukan lagi pada pencampaian tingkatan kebutuhan hidup yang bawah, atau menengah. Jika kebutuhan dasarnya saja masih belum tercukupi, bagaimana caranya bisa mengatur sebuah wilayah dengan berjuta harapan masyarakat.

Sehingga proses seleksi harus dipikirkan dengan sungguh-sungguh dan dilakukan dengan transparan. Supaya mendapatkan seorang calon Kepala Daerah yang memenuhi kreteria. Dengan harapan kedepannya akan ada pembaharuan, perubahan, dan kemajuan yang ditorehkan oleh seorang Kepala Daerah. Adanya prestasi dan kemajuan di suatu daerah dampaknya akan meningkatkan daya saing negeri kita di kancah internasional. Aktualisasi diri manusia itu mulia, jika dibarengi dengan pencampaian prestasi yang gemilang dan tetap istiqomah dalam berprilaku. Bagaiman pendapat Anda ?

Surabaya, 28 Agustus 2019

Cak Deky

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *