SIRABAYA, beritalima.com | Kendati di masa Pandemi, dimana di dalamnya terdapat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan berkurangnya kepadatan arus lalulintas, namun kecelakaan lalulintas di perlintasan sebidang kereta api masih kerap terjadi.
Tahun ini, hingga awal Oktober 2020, tercatat telah terjadi 22 kecelakaan lalulintas di perlintasan sebidang kereta api di wilayah Daop 8 Surabaya. Kejadian-kejadian tersebut menunjukkan masih rendahnya kedisiplinan masyarakat dalam berlalulintas di perlintasan sebidang kereta api.
Padahal, “Kami selalu mengimbau kepada seluruh pengguna jalan raya untuk bersama-sama menaati rambu-rambu yang ada, serta lebih waspada saat akan melintasi perlintasan sebidang kereta api,” kata Manager Humas PT KAI Daop 8 Surabaya, Suprapto, Jumat (9/10/2020).
Dia kembali mengingatkan, palang pintu, penjaga pintu dan alarm di alat EWS itu semua hanyalah alat bantu keamanan semata. Alat utama keselamatan di perlintasan ada di rambu lalulintas. “Jadi dengan faktor displinlah yang bisa menghindarkan kita agar tidak terjadi kecelakaan lalulintas di perlintasan,” tandasnya.
Cukup banyak kecelakaan lalulintas di perlintasan sebidang kereta api di wilayah KAI Daop 8 Surabaya. Dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2016 terjadi 30 kasus, 2017 sebanyak 47 kasus, 2018 naik jadi 51 kasus, 2019 naik lagi jadi 53 kasus, dan tahun ini hingga awal.Oktober sudah 22 kasus.
Suprapto menyayangkan perilaku masyarakat yang masih tidak menaati rambu-rambu lalu lintas yang dapat merugikan dirinya maupun orang lain. Dia sebutkan, kecelakaan tidak hanya terjadi pada perlintasan sebidang yang liar, tapi juga terjadi meski sudah ada palang pintu perlintasan.
Sesuai UU Nomor 2 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 124 disebutkan, pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Kemudian dalam UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 disebutkan, pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup, mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.
Sementara sesuai PM 36 Tahun 2011 tentang Perpotongan Atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain pada Pasal 6 ayat 1 disebutkan, pada perlintasan sebidang, kereta api mendapat prioritas berlalu lintas.
Suprapto mengatakan, kecelakaan di perlintasan sebidang tidak hanya merugikan pengguna jalan raya tapi juga dapat merugikan KAI. Tidak jarang perjalanan KA lain terhambat, kerusakan sarana atau prasarana perkeretaapian, hingga petugas KAI yang terluka akibat kecelakaan di perlintasan sebidang.
Seperti kejadian pada awal Agustus tahun lalu di perlintasan sebidang di antara Stasiun Tandes – Stasiun Kandangan yang dijaga oleh swadaya masyarakat, KA Sulam relasi Surabaya Pasar Turi menuju Lamongan tertemper truck. Akibatnya, selain masinis dan assisten masinis mengalami luka-luka, sedikitnya 7 perjalanan KA lainnya mengalami keterlambatan.
“Sekali lagi kami mengimbau masyarakat untuk mematuhi seluruh rambu-rambu yang ada, berhenti sebelum melintas di rambu tanda STOP, lalu tengok kanan dan kiri terlebih dahulu, setelah yakin tidak ada KA yang melintas di kedua arah, baru bisa melintas di perlintasan tersebut. Ini harus menjadi budaya pada masing-masing pengguna jalan, demi keselamatan perjalanan kereta api dan para pengguna jalan itu sendiri,” ujar Suprapto. (Ganefo)