Kegigihan Gus Ipin Rajut Sejarah Mataraman di Sambut Baik Sri Sultan HB X

  • Whatsapp

TRENGGALEK, beritalima.com –

Kegigihan Bupati Trenggalek, Mochammad Nur Arifin dalam merajut sejarah Mataraman khususnya antara Trenggalek dan DIY disambut baik Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X. Sultan trah kerajaan Mataram yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tersebut bahkan secara khusus memberikan apresiasinya. Hal itu, diwujudkan dengan gelaran muhibah budaya, persembahan Pemerintah DIY untuk Trenggalek.

Dikatakan Gubernur DIY dalam acara puncak muhibah budaya di Pendopo Manggala Praja Nugraha, bahwa sebenarnya Trenggalek merupakan tanah ‘perdikan’. Yakni, wilayah yang dibebaskan dari pajak dan diperbolehkan mengelola sendiri pendapatan daerahnya karena dianggap berjasa kepada negara. Dan sebagaimana catatan – catatan sejarah, sebenarnya memang ada benang merah antara DIY dan Kabupaten Trenggalek.

“Benang merah telah abadi dalam khasanah sejarah dan budaya Mataram, ini harus senantiasa kita lestarikan. Dimana Yogjakarta dan Trenggalek akan bertumbuh kembang bersama seiring perjalanan sejarah Mataraman,” ungkap Sri Sultan, Kamis (1/9/2022).

Menurutnya, keterikatan sejarah antara DIY dan Kabupaten Trenggalek salah satunya bermula dari perjanjian Giyanti tahun 1755, dimana kerajaan Mataram terpecah menjadi Kasultanan Surakarta dan kesultanan Yogyakarta. Wilayah Kabupaten Trenggalek terbagi kedalam dua bagian, yaitu Panggul dan Munjungan masuk kekuasaan Bupati Pacitan yang mengabdi kepada Kesultanan Jogjakarta. “Sedangkan bagian lainnya, masuk daerah kewenangan Bupati Ponorogo yang berada di bawah kekuasaan Kasunanan Surakarta,” imbuh HB X.

Menginjak usia yang ke – 828 tahun, sambung Sri Sultan, Trenggalek sejatinya sudah tak lagi muda. Dimana daerah ini (Kabupaten Trenggalek) pasti telah melalui berbagai lintasan peradaban hingga mencapai kemajuan di berbagai bidang. Sehingga, warga Trenggalek patut berbangga hati karena hidup di suatu wilayah yang penuh dengan history dan budaya adiluhung. Pun begitu, kultural bukan hanya hiburan semata, tetapi lebih dari itu seni dan budaya berperan dalam usaha pengayaan wawasan kebangsaan menjadi bagian dari perjuangan.

“Melalui momentum ini pemerintah DIY merasa perlu merajut ulang komitmen budaya Mataram dengan Kabupaten Trenggalek untuk menumbuhkan lagi spirit ke Indonesia. Bersama-sama, kita nguri-nguri kabudayan dalam semangat rumangsa melu handarbeni,” ulasnya.

Dilain sisi, Sri Sultan menambahkan, upaya – upaya baik ini diharapkan akan membawa dampak positif yang signifikan bagi kemajuan Kabupaten Trenggalek. Mataram sejatinya adalah persembahan perjalanan historis untuk anak cucu penerus. Keagungan nilai-nilai edi peni dan adi luhung yang terkandung didalamnya secara substansial menjadi lebih penting.
“Sehingga, saat diterapkan dalam kehidupan bisa menjadi tuntunan atau pedoman demi tercapainya tatanan masyarakat yang gemah ripah loh jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo. Tak lupa, saya sampaikan Dirgahayu Kabupaten Trenggalek yang ke- 828. Semoga Tuhan yang maha kuasa senantiasa meridhoi kita,” harap Gubernur DIY itu.

Sementara itu, Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin merasa sangat tersanjung dengan hadirnya Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama GKR Hayu untuk ikut memeriahkan Hari Jadi 828 Trenggalek yang jatuh pada tanggal 31 Agustus 2022 lalu. Kedekatan sejarah, kultur dan budaya Mataraman antara Trenggalek dan Yogjakarta diharapkan bisa memberikan kemanfaatan bagi keduanya, terutama di sektor ekonomi.

“Antusias masyarakat juga sangat luar biasa terhadap kedatangan Gubernur DIY yang ikut memeriahkan Hari Jadi 828 Trenggalek. Ini adalah sinyal positif sebagai bentuk dukungan moral dalam merajut kembali historis sejarah Trenggalek dengan Kraton Yogjakarta,” bangga Gus Ipin panggilan akrab Bupati Trenggalek itu.

Bahkan, kata dia, Sri Sultan HB X sempat memberikan hadiah berupa pusaka Wos Wignyo Murti (tombak) dan sebuah Songsong (payung) dari Kraton Yogjakarta. Itu sebagai bentuk manifestasi kegigihan Pemerintah Kabupaten Trenggalek untuk merajut budaya Mataraman antara Yogjakarta dengan Trenggalek.

“Untuk pusaka itu sendiri punya makna mendalam. ‘Wignyo’ dapat diartikan sebagai kesempurnaan dan ‘Murti’ adalah unggul. Jadi secara harfiah, dapat diterjemahkan secara bebas sebagai harapan bersama agar mampu secara sempurna memerintah dengan keunggulan,” pungkasnya. (her)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait