Jakarta, beritalima.com |- Kehadiran Rancangan Undang-Undang (RUau) Perkumpulan akan memperkuat sistem demokrasi di Indonesia.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Hindun Anisah menyatakan, bahkan RUU Perkumpulan tak bisa menggantikan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).
Pasalnya, jika UU Ormas dihapus, ia menilai seperti mencabut ‘akar demokrasi’ dari masyarakat Indonesia. Jadi,.ketimbang dihapus, lebih baik RUU Perkumpulan tetap hadir untuk melengkapi sekaligus memperkaya UU Ormas.
Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Baleg DPR RI dengan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Indonesian Parliamentary Center (IPC), dan Komnas Perempuan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, (30/10).
“Saya kira, Undang-Undang Ormas ini tidak bisa digantikan oleh Undang-Undang Perkumpulan karena ormas ini berakar dari masyarakat. Masyarakat riil, anggotanya riil, dan tujuannya riil dan bahkan banyak ormas yang keberadaannya ini sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka. Jadi, saya kira bukan menggantikan tetapi justru melengkapi,” tutur Hindun.
Politisi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) itu menerangkan, Indonesia masih mengadopsi Staatsblad 1870-64 era kolonial mengenai Perkumpulan Berbadan Hukum serta menerapkan Peraturan Menkumham (Permenkumham) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan.
Sebagai informasi, makna dari perkumpulan yang tercantum dalam RUU Perkumpulan merupakan badan hukum didirikan sekelompok orang untuk mewujudkan tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, namun tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya.
Dalam rapat tersebut, Peneliti PSHK Ronald Rofiandri menyampaikan faktor utama melatarbelakangi urgensi RUU Perkumpulan adalah ketertinggalan dasar hukum perkumpulan dengan dinamika sosial kemasyarakatan.
Jurnalis: Rendy/Abri