JAKARTA – beritalima.com, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengklarifikasi beredarnya video hoaks penangkapan seorang jaksa berinisial AF yang dikaitkan dengan perkara bekas imam besar FPI, Rizieq Shihab.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezen Simanjuntak membantah narasi di video tersebut yang menggiring opini seolah-olah AF ditangkap karena menerima suap terkait perkara Rizieq.
Apalagi dikaitkan dengan penjelasan Yulianto selaku Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi pada Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus kepada media pada tahun 2016.
“Saat ini Yulianto sudah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT),” kata Leonard dalam keterangan tertulisnya yang diterima Wartawan Hukum (Wankum) Surabaya, Sabtu (20/3/2021)
Dijelaskan Leonard, bahwa video tersebut adalah penangkapan seorang oknum Jaksa berinisial AF oleh Tim Saber Pungli Kejaksaan Agung adalah peristiwa yang terjadi pada bulan November tahun 2016 silam di Jawa Timur.
“Video penangkapan Jaksa AF tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan proses sidang Muhammad Rizieq alias Habib Rizieq Sihab di Pengadilan Negeri Jakarta,” jelasnya
Oknum jaksa AF ungkap Leonard, ditangkap dalam kasus pemberian suap dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi Penjualan Tanah Kas Desa di Desa Kali Mok Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep.
“Jaksa AF pada video tersebut ditangkap oleh Bapak Yulianto, SH. MH, yang saat ini sudah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT),” ungkapnya.
Ditegaskan Leonard, berdasarkan jejak digital tersebut diatas, pihaknya menyatakan bahwa informasi dalam video tersebut adalah tidak benar atau Hoax dan meminta masyarakat untuk tidak menyebar-luaskan video tersebut serta tidak mudah percaya dan terprovokasi dengan berita bohong yang sedang beredar saat ini.
“Bagi masyarakat yang menyebar-luaskannya video Hoax tersebut melalui jaringan media sosial dapat dijerat dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 45A ayat (1) dengan ancaman pidana penjara 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar,” pungkas Kapuspenkum Kejagung
Leonard Ebenezer Simanjutak. (Han)