Jakarta, beritalima.com| – Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah menangkap tiga orang dalam perkembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten dan PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) dan Entitas Anak Usaha.
PT Sritex beberapa waktu lalu sempat membuat heboh nasional, karena perusahaan besar bergerakdi bidang tekstil ini dinyatakan bangkrut dan mesti melakukan pemutusan hubungn kerja (PHK) lebih dari 10 ribu karyawannya.
Ketiga tersangka terebut adalah DS (Dicky Syahbandinata), Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten tahun 2020, ZM (Zainuddin Mapa) Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta tahun 2020 dan ISL (Iwan Setiawan Lukminto) selaku Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk tahun 2005-2022.
Penyidik mendapat alat bukti cukup telah terjadi korupsi saat pemberian kredit dari beberapa Bank Pemerintah kepada PT Sritex dengan nilai total Outstanding (tagihan yang belum dilunasi) kredit hingga Oktober 2024 sebesar Rp3.588.650.808.028,57 (tiga triliun lima ratus delapan puluh delapan miliar enam ratus lima puluh juta delapan ratus delapan ribu dua puluh delapan rupiah koma lima tujuh sen) dengan rincian, sebagai berikut: Bank Jateng Rp395.663.215.840,00, Bank BJB Rp543.980.507.170,00, Bank DKI Rp149.007.085.018,57 dan sindikasi (Bank BNI, Bank BRI dan LPEI) ± 2.500.000.000.000.
Selain kredit tersebut diatas, PT Sri Rejeki Isman, Tbk juga mendapatkan pemberian kredit di 20 (dua puluh) bank swasta yang nilainya masih dilakukan pendalaman. PT Sritex yang bverlokasi di Sukoharjo (Solo), Jawa Tengah, komposisi pemilikan sahamnya terdiri atas PT Huddleston Indonesia sebesar 59,03% dan masyarakat sebesar 40,97%.
Dalam laporan keuangannya PT Sritex mulanya melaporkan kerugian dengan nilai mencapai US$1,08 miliar atau setara dengan Rp15,66 triliun pada 2021 lalu. Padahal pada tahun 2020, masih mencatat keuntungan US$ 85,32 juta atau Rp1,24 triliun.
Lalu, PT Sritex dan entitas anak perusahaannya memiliki kredit dengan nilai total Outstanding (tagihan yang belum dilunasi) hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp3.588.650.808.028,57 kepada beberapa bank pemerintah baik Bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) maupun Bank milik daerah.
ZM selaku Direktur Utama PT Bank DKI dan DS sebagai Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tak menganalisa memadai, mentaati prosedur serta persyaratan (salah satunya tidak terpenuhinya syarat Kredit Modal Kerja, karena hasil penilaian dari Lembaga Pemeringkat Fitch dan Moodys.
Posisi PT Sritex hanya memperoleh peringkat BB- (memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi). Padahal pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan dengan peringkat A yang seharusnya wajib dilakukan sebelum diberikan fasilitas kredit sehingga perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan Standar Operasional Prosedur Bank serta Undang-undang RI Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan sekaligus menerapkan prinsip kehati-hatian (Charater, Capacity, Capital, Collateral dan Condition).
ISL selaku Direktur Utama PT Sritex mendapatkan dana dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, Banten dan PT Bank DKI Jakarta, terdapat fakta hukum dana tersebut tidak dipergunakan sebagaimana tujuan pemberian kredit yaitu untuk modal kerja tetapi digunakan untuk membayar hutang dan membeli aset non produktif sehingga tidak sesuai dengan peruntukannya.
Dan, kredit yang diberikan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, Banten dan PT Bank DKI Jakarta tersebut lalu macet dengan kolektibilitas 5 dan aset perusahaan tidak bisa dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara karena nilainya lebih kecil dari total nilai pemberian pinjaman kredit serta tidak dijadikan jaminan.
Akibatnya, PT Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, melalui putusan dengan Nomor Perkara: 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Akibat pemberian kredit secara melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp692.987.592.188 (enam ratus sembilan puluh dua miliar sembilan ratus delapan puluh tujuh juta lima ratus sembilan puluh dua ribu seratus delapan puluh delapan rupiah) dari total nilai Outstanding (tagihan yang belum dilunasi) sebesar Rp3.588.650.808.028,57 (tiga triliun lebih).
Jurnalis: Rendy/Abri







