Kejari Surabaya Hentikan Kasus Pemukulan Yang Dilakukan Dimas Tito Wahyunogroho

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya kembali menerapkan restorative justice atau keadilan restoratif dalam kasus penganiayaan di wilayah hukum Polsek Wonokromo. Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini digelar di Rumah Rembug Adhyaksa, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya. Selasa (7/6/2022).

Kepala Kejari Surabaya Danang Suryo Wibowo, menuturkan, tersangka dalam kasus tersebut adalah Dimas Tito Wahyunogroho. Sedangkan, korbannya adalah pengendara sepeda motor. Mediasi perdamaian antara tersangka dan korban difasilitasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Febrian Dirgantara pada 19 Mei 2022.

“Setelah dilakukan pemaparan dan ekspose pada 2 Juni 2022 oleh Kajari Surabaya, Kasi Pidum Kejari Surabaya dan JPU, akhirnya Jampidum RI dan Kejati Jatime mrnyetujui proses restorative justice dan memerintahkan untuk menghentikan penuntutan kepada tersangka,” tutur Kajari Surabaya Danang Suryo Wibowo dalam pers rilis.

Diceritakan Kasi Intel Kajari Surabaya, Khristiya Lutfiasandhi, kasus ini bermula dari sepeda motot Dimas Tito Wahyunogroho yang disalib sepeda motor korban.

Dimas Tito Wahyunugroho pun tersulut emosinya lalu terjadi adu mulut dan mememukul korban dengan tangan kosong ke arah kepala dan pipi.

“Akibat pemukulan, korban mengalami luka lebam dan melapor ke Polsek Wonokromo,” terang Khristiya.

Berdasar pemeriksaan, Khristiya mengaku Dimas Tito Wahyunugroho menyesali perbuatannya tersebut, kemudian melayangkan permohonan pengampunan kepada Kejari Surabaya.

Khristiya mengaku, dalam menerapkan keadilan restoratif, ada sejumlah hal yang menjadi pertimbangan Kajari Surabaya mengusulkan penghentian penuntutan, antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatannya, ancaman pidana yang disangkakan di bawah 5 tahun penjara dan sudah tercapai kesepakatan damai antara tersangkan dengan korban.

Juga profil tersangka yang merupakan orang tua tunggal dengan seorang putri berusia 5 tahun, tersangka bekerja sebagai ojek online dan ballboy di lapangan tenis dengan penghasilan sekitar Rp 50-70 ribu per hari.

“Atas dasar itu, kami mengkaji dan mempertimbangkan untuk diajukan restorative justice ke Kejati dan Kejagung,” pungkas Khristiya. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait