Lombok Tengah –Berita Lima.Com- Eksekusi tahap tiga lahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, kembali mendapatkan perlawanan dari warga.
Dalam eksekusi lahan seluas 3,4 hektare ini mendapat perlawanan dari keluarga Sibawaih, warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan. Alasan penghadangan yang dilakukan keluarga Sibawaih ini karena eksekusi tahap tiga itu cacat prosedur. Selain tidak melalui pengadilan, eksekusi di atas lahan tikungan 8 dan 9 Jalan Kawan Khusus (JKK) Mandalika ini, juga dinilai tidak mengindahkan rekomendasi Komnas HAM.
Sedari awal eksekusi ini akan dilakukan, sejumlah perempuan sudah berteriak histeris. Keluarga Sibawaih beberapa kali harus ditenangkan polisi wanita (Polwan) yang berjaga, baik berseragam maupun berpakaian sipil. Namun, upaya Polwan ini tidak membuahkan hasil. Para perempuan ini tetap berteriak sambil melontarkan kata-kata perlawanan.
Di tengah perlawanan para pengklaim ini, semangat aparat yang mengamankan jalannya eksekusi juga tak kendor. Tangisan dan jeritan para pengklaim ini juga tak meredakan suara mesin alat berat yang menderu dioperasikan. Roda besi eksavator dan bulldozer terus bergiling-giling di atas lahan warga. Bucket alat berat dengan ganas menggerayangi tanah di dekat rumah warga.
Hanya berselang beberapa menit saja, gundukan-gundukan tanah itu sudah rata dengan alat berat. Sementara para pengklaim tak bisa berbuat banyak. Mereka hanya meraung melihat lahan mereka digusur di depan mata.
Melihat ratapan tangis keluarganya, Sibawaih sangat menyesalkan kejadian itu. Dalam penilaiannya, aparat telah sewenang-wenang mengeksekusi lahan mereka. Aparat mengeksekusi lahan yang salah, karena bukan lahan mereka yang seharusnya dieksekusi. ‘’Kami tetap menghormati proses hukum, tapi mereka salah eksekusi lahan,’’ sesal Sibawaih, Minggu (10/1).
Yang diinginkan Sibawaih, seharusnya PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) bisa menunjukkan batas lahan yang akan dieksekusi. Bukan kemudian mengeksekusi sembarangan tanpa konfirmasi menunjukkan batas lahan. “Kalau saja pihak ITDC menunjukkan kami batas lahan yang sah, maka saya akan terima lahan ini dieksekusi. Tapi ini proses eksekusi yang salah, lahannya salah. Kami sangat kecewa,” Sibawaih menyayangkan.
Dalam soalan ini, Sibawaih berharap kepada Presiden RI Joko Widodo untuk mendengarkan keluhan masyarakat kecil yang tertindas akibat dari pembangunan MotoGP ini. Proses eksekusi lahan ini diharapkan untuk dihentikan sementara sebelum adanya penyelesaian lahan. “Kami akan melaporkan juga permasalahan kesewenang-wenangan yang dilakukan dalam proses land clearing ini,” tegasnya.
Awan kembali menegaskan, ITDC bersama Forkopimda NTB melakukan berbagai upaya menyelesaikan berbagai persoalan untuk percepatan pembangunan KEK Mandalika. Satu per satu keberatan warga yang disertai rekomendasi Komnas HAM ditindaklanjuti sebagai bentuk keseriusan dalam upaya penyelesaian. “Kami tidak hanya berdialog, tetapi juga melakukan beragam fasilitasi sesuai yang diinginkan warga,” jelasnya.
Lebih jauh disampaikan, atas berbagai reaksi warga, tim tetap memprioritaskan edukasi kepada warga agar memiliki pemahaman atas lahan yang diadukan dan untuk proses pembangunan KEK Mandalika yang menjadi destinasi prioritas berjalan lancar sesuai target pemerintah. Termasuk terhadap pihak Sibawaih ahli waris Amaq Semin yang masih mengklaim dan menduduki lahan HPL 73 ITDC. Mengenai keinginan pihak Sibawaih untuk melakukan proses ukur ulang, sudah pernah dilaksanakan oleh BPN. “Bahkan, Sibawaih selaku ahli waris menunjukkan langsung batas-batas lahan yang diklaim. Proses ini disaksikan langsung oleh perwakilan Komnas HAM. Dari hasil rekonstruksi tata batas ini, tidak ditemukan perbedaan luas lahan ataupun lahan sisa yang belum dibebaskan, seperti yang selama ini diklaim pihak Sibawaih. Jadi jika masih ada keberatan objek perdata, dipersilakan untuk diteruskan ke pengadilan sebagai upaya hukum selanjutnya,” tegasnya.
Vice President Corporate Legal and GCG ITDC, Yudhistira Setiawan menambahkan, pihaknya akan terus membangun sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. ITDC tidak ingin menunggu lagi mengingat pihak Dorna akan datang Februari untuk mengecek seluruh kesiapan di lapangan. “Proses pembangunan di sirkuit ini akan terus berjalan dan kita juga mempersilakan pihak Sibawaih dan kuasa hukumnya untuk melakukan upaya hukum litigasi yaitu mengajukan gugatan melalui pengadilan. Jalur litigasi ini juga sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM, ketika proses nonlitigasi tidak mencapai titik temu,” terangnya(**)